28/10/12




ILMU DI ZAMAN  REVOLUSI



  
BAB I
ILMU DALAM PERADABAN ZAMAN KUNO DAN ABAD TENGAH

A. ILMU DALAM PERADABAN YUNANI
Kemunculan science di Eropa dianggap bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang mendiami pantai dan pulau-pulai Mediteranian Timur, di akhir abad ke-6 dan ke-5 SM. Karya mereka hanya dikenal melalui cuplikan-cuplikan, rujukan-rujukan kutipan-kutipan singkat yang dibuat oleh para pengarang. Dengan menyeleksi cuplikan-cuplikan itu para pengarang dapat menjadikannya lebih rasional dan ilmiah daripada sekedar pembenaran.

Para filsuf Yunani Kuno lebih berminat pada penjelasan inderawi daripada mengajukan resepresep praktis, mereka melakukannya dengan mengutamakan sebab-sebab daripada pelaku-pelaku pribadi, meskipun sebab-sebab itu berasal dari analogi yang terdapat dalam pengalaman berkarya dan perilaku manusia. Para filsuf Yunani menjadi perintis sikap ilmiah Eropa modern.
Plato yang hidup di awal abad ke-4 SM adalah seorang filsuf earliest yang tulisan-tulisannya masih ada. Ia adalah propagandis matematika yang sangat berpengaruh.
Di penghujung abad ke-5 SM penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argument yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali, yang baru muncul bersama Ariatoteles. Ada 2 ilmu yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya yaitu ilmu kedokteran dan geometri. Ia menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah taksonomi yang mirip dengan ilmu yang sekarang ini. Ia memulai karirnya sebagai murid Plato tetapi pada akahirnya tidak setuju dengan gurunya mengenai soal-soal mendasar. Khususnya ia menganggap matematika sebagai suatu yang abstraksi dari kenyataan alamiah. Baginya realitas alamiah adalah suatu system hidup yang kompleks dan swakelola. Aristoteles berabad-abad melampaui zamannya dan ia masih merupakan sumber wawasan dan pendidikan hingga masa kini.
Dalam kekaisaran Alexander Agung, kebudayaan Yunani tumbuh dengan subur. Kota-kota besar menjadi tempat persaingan para sarjana dan teks-teks klasik dan beberapa di antara mereka mendirikan pusat-pusat belajar seperti museum.

B. ILMU DALAM PERADABAN ROMAWI
Menjelang berakhirnya periode pra-Kristen, kekaisaran Romawi mencapai dominasi atas seluruh dunia Mediterania. Romawi memunculkan paradox bagi para sejarawan ilmu. Peradaban ini begitu canggih dan nyata-nyata modern dalam politik dan personalitasnya, begitu gemar mempelajari disiplin hokum, sangat progresif dalam teknologi-teknologi perang Negara dan kesehatan public , dengan akses langsung kepada kumpulan-kumpulan karya ilmu Yunani, namun gagal menghasilkan ilmuwan seorang pun. Orang Romawi menganggap ilmu sebagai hal yang cocok hanya untuk spekulasi yang bersifat sementara. Ilmu dianggap cocok hanya untuk teknik-teknik praktis. Masalah-masalah ilmiah didiskusikan dengan serius hanya dalam hubungannya dengan filsafat-filsafat yang berbasis etis. Dua aliran yang terkemuka adalah stoitisme dan epikureanisme yang mengamanatkan agar menjadi manusia bijaksana, yaitu mengagungkan pengunduran diri dan mengajarkan kebahagiaan.

C. ILMU DI ABAD PERTENGAHAN
Peradaban Yunani-Romawi mencapai penggenapan siklusnya pada sekitar tahun 1000. Setengah abad berikutnya di Eropa sering disebut Abad Gelap.usaha menghidupkan kembali keilmuan hanya sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne. Sebaliknya, dalam Kerajaan Timur yang diperintah oleh Constantinopel berlangsung suatu masyarakat yang beradab walaupun dalam segenap sejarahnya Byantium hanya sedikit menghasilkan ilmuwan yang patut dicatat.
Di abad ke-11 sebagian besar orang terpelajar mengenal dan memahami ilmu kuno dalam cuplikan-cuplikan yang segelintir tercabik-cabik, namun setelah itu terjadi kemajuan pesat. Pada abad ke-12 terjadi renaissance yang disebabkan oleh pergaulan dengan peradaban Islam dan disebabkan oleh perkembangan berbagai kota dengan kelas atasnya yang melek huruf. Dan muncullah karangan-karangan spekulatif perdana tentang filsafat alamiah. Abad ke-13 berdiri universitas-universitas dan zaman kebesaran pengetahuan skolastik.















BAB II
ILMU DALAM PERADABAN-PERADABAN LAIN

A. ILMU DALAM PERADABAN ISLAM
Kebudayaan Islam paling relevan bagi ilmu Eropa. Bukan sekedar karena dekatnya hubungan antara Islam dengan Judaisme dan Kekristenan, namun juga karena adanya kontak cultural yang aktif antara negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan. Para penguasa Arab memerintahlkan penerjamahan besar-besaran terhadap sumber-sumber ilmu Yunani dan Arab pun bergerak maju dalam bidang matematika, astronomi, optic, kimia, dan kedokteran. Juga ada penerjemahan besar-besaran karya-karya berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Meskipun sebagai pemimpin, sepanjang masa penerjemahan, peradaban Islam berada di bawah tekanan bangsa barbar dan tidak lama berselang peradaban Islam segera mengalami keruntuhan. Selain berkontribuasi memelihara dan menularkan warisan Yunani, bahasa Arab juga member kontribusi pada makanan ilmu modern, terutama berkenaan dengan tumbuhan dan katakata seperti alcohol dan aljabar.

B. ILMU DALAM PERADABAN INDIA
Peradaban India yang tertua yang sampai sekarang masih hidup. Peradaban itu telah mencapai tingkat teknologi yang tinggi sejak tahap awal. Kontak Eropa dengan peradaban India sebagian besar berlangsung melalui sumber-sumber berbahasa Arab dan penelitian historis belum cukup maju untuk dapat membedakan prioritas-prioritas dan jalur-jalur penyebarannya. Matematika India dengan system bilangan dan perhitungannya telah berkembang cukup tinggi, mempengaruhi aljabar Arab juga melengkapi angka-angka utama Arab. Ciri khas ilmu dalam peradaban ini berkenaan dengan kesadaran yang lebih tinggi.

C. ILMU DALAM PERADABAN CHINA DAN JEPANG
Cina memunculkan tantangan yang lebih besar kepada sejarawan Eropa. Terdapat kontak yang berkesinambungan antara Cina dan Eropa sejak zaman Yunani Kuno. Penemuan besar seperti kompas magnetis, serbuk mesiu, dan mesin cetak yang penting bagi transformasi masyarakat Eropa semuanya berasal dari Cina. Namun Eropa tidak pernah menyadari hutang budinya kepada Cina. Hal ini dikarenakan ketika peralatan teknis diimpor / dituru, mereka tidak begitu berminta untuk mempelajari, sehingga asal-usul benda itu tidak pernah ditanyakan. Dan akhirnya ada kasus Jepang yang mempesona. Selama beberapa abad Jepang merupakan jajahan cultural Cina. Di penghujung abad ke-19 bangsa Jepang memutuskan berasimilasi dengan dunia luar dan kemudian melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Agama asli Jepang cukup samar-samar, sehingga biasa megakomodasi setiap pernyataan ilmu Barat. Para ilmuwan Jepang, para teknisi Jepang dan orang-orang awam masa kini memutuskan untuk menjalani hidup dalam 2 sisi sebagian dalam dunia yang hiper-modern dan sebagian masih hidup dalam salah satu tradisi sosial kuno yang ketat.
































BAB III
PENCIPTAAN ILMU EROPA

Penciptaan ilmu Eropa mempunyai 2 fase, yaitu perkembangan teknis di abad ke-16 dan revolusi filosofis di abad ke-17. Sejak saat itu muncul gagasan ilmu yang berlaku hingga saat ini.

A. KELAHIRAN KEMBALI ILMU DI ZAMAN RENESANS
Asal-usul kelahiran kembali ilmu dapat dilokasikan pada 3 pusat. Asausul pertama dan yang terkenal ialah penemuan manusia dan alam. Para sarjana humanis mengedit dan menerbitkan teksteks berbahasa Latin dan Yunani dan menerjemahkan semua bidang, termasuk ilmu. Matematika praktis, teori serta praktek pengolahan besi juga berkembang. Pada masa ini diadakan penelitian dan pengembangan yang bertujuan menemukan sifat-sifat campuran logam yang dapat dipakai berulang-ulang. Dan penghujung abad ke-15 setiap kota besar mempunyai penerbitan sendiri dan tesedianya buku-buku dengan harga murah menyebabkan transformasi di bidang pembelajaran dan kebudayaan seperti munculnya karya-karya ilmu yang memuat penemuan-penemuan tertentu yang masih diterima kebenarannya hingga masa kini. Johannes Kepler menemukan orbit-orbit planet dan William Harvey merumuskan sirkulasi peredaran darah.

B. REVOLUSI DALAM FILSAFAT ALAM
Pada abad ke-17 terjadi perumusan kembali yang radikal terhadap obyek-obyek, metode-metode, dan fungsi-fungsi pengetahuan alamiah. Kemajuan berlanjut dan membuat perubahan, yaitu dari gagasan suatu kosmos yang hidup yang berasal dari masa-masa yang terdahulu menjadi suatu alam semesta yang mati. Target utama serangan revolusioner ialah pendidikan tradisional yang lebih tinggi yang disebut skolastik. Skolastisisme mengasumsikan bahwa sebuah dunia yang hidup, yang diciptakan dan dijaga Tuhan benar-benar hanya demi kebaikan manusia, dan studi mengenai dunia sebagian besar diselesaikan dengan mengutip otoritas-otoritas, baik yang bersifat filosofis maupun sumber-sumber kitab suci. Fungsinya yaitu merasionalisasi pengalaman-pengalaman dalam harmoninya dengan agama wahyu.
Tujuan penelitian yang masih mempertahankan pengaruh magis dalam idealisasi filsuf tradisional tentang kebijaksanaan kontemplatif telah digantikan dengan dominasi alam demi keuntungan manusia. Kemapanan masyarakat ilmiah merupakan hasil langsung konsepsi baru pengetahuan alamiah dan metode pencapaiannya. Berkenaan dengan susunan dan cara kerja dunia alamiah, para filsuf baru mengasumsikan bahwa semua fenomena inderawi merupakan hasil interaksi partikelpartiket materi yang kecil. Citra Newton mendominasi ilmu dan John Locke mendominasi filsafat. Sejarah alamiah berkembang secara mantap, memperoleh pengaturan sosial dan sintesis intelektual dari seorang ahli botani Swedia, Carlous Linnaeus. Filsafat eksperimental telah diolah oleh seorang yang terhormat dan sebuah teori mengenai elektrisitas statis telah dirumuskan oleh Benjamin Franklin.

C. HAKIKAT ILMU EROPA
Karakter khusus ilmu Eropa dapat dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika para ilmuwan menggarap bahan-bahan yang diwarisi selama dua fase berturut-turut. Ada kebebasan membuat penemuan dan mengekploitasi penemuan seseorang demi tujuan pribadi tanpa dihalangi oleh penindasan Negara. Penemuan-penemuan dapat terjadi di bidang peralatan / pengetahuan. Orang dapat bergerak dengan bebas dari obyek 1 ke obyek yang lain dan kembali lagi. Pada masa kini, filsafat disuntikkan ke dalam perkembangan ilmu yang sedang tumbuh subur. Awalnya perlahan, namun dengan sedikit mempercepat langkah, sintesis telah mampu menciptakan ilmu baru. Penemuan penting ialah gaya baru aktivitas sosial penelitian, di mana kerahasiaan dan kekejaman persaingan yang menjadi cirri para penemu pribadi dikendalikan dan diterbitkan oleh tekad untuk bekerja secara bersama-sama demi kebaikan umum. Ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa lampau dan karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan metode-metodenya, ciri-ciri dasar masyarakat Eropa, individualism agresif yang ditempa oleh suatu prinsip bekerja sama untuk kemaslahatan umum.

















BAB IV
ILMU DI ZAMAN REVOLUSI MODERN

Menjelang abad ke-18 mulailah revolusi industri yang mentransformasikan Eropa dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkotaan. Aktivitas ilmu mengalami perubahan. Fondasi-fondasi sosial dan kelembagaan menantikan matangnya ilmu di abad ke-19. Dan muncullah reaksi romantic dalam kesusasteraan dan seni yang mempunyai peran penting dalam ilmu itu sendiri.

A. ILMU SELAMA REVOLUSI INDUSTRI
Dalam transformasi industri Eropa yang bertahap namun medalam, sumbangan langsung ilmu pada mulanya kecil. Kebanyakan kemajuan awal berasal dari rasionalisasi teknik-teknik kerajinan dan penemuan-penemuan mesin sederhana untuk menggantikan penggarapan manual. Teknologi daya inilah yang pertama kali dipengaruhi oleh penerapan ilmu, seperti ditemukannya mesin uapvakum di Inggris. Meskipun sebagian besar masalah yang muncul dalam praktek industri dan kedokteran di luar jangkauan teori-teori ilmiah pada masa itu, namun tidak diragukan bahwa harapan akan pemecahannya memunculkan suatu rangsangan dan audiens untuk meneliti, sehingga akhirnya membawa pada kemajuan ilmiah secara tidak langsung.

B. ASAL-USUL INTELEKTUAL REVOLUSI
Permulaan yang agak lebih awal dari Revolusi Industri adalah sebuah gerakan yang berpusat di Perancis, yang pertama kali membawa ilmu memasuki bidang politik. Gerakan ini dinamai pencerahan. Berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya yaitu fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional. Adanya kebencian atas kebodohan, filsafat-filsafat segera merekrut pikiran-pikiran terbaik Perancis. Mereka menyadari bahwa mereka harus meneruskan karya Bacon dalam memajukan pengetahuan praktis, namun mereka juga melakukannya dengan gaya Descartes, menundukkan semua hal, baik yang berupa sosial maupun filosofis kepada kritik penalaran.gerakan terpecah menjadi kubu para matematikus rasionalis dan materialis atheis. Bagi mereka ilmu alam telah diikrarkan secara filosofis, yang merupakan kebalikan dari keadaan netral dan positif. Dari ide-ide ini lahir slogan Revolusi Perancis, dan konflik yang terjadi diberantas dengan bidang kekuasaan politik.

C. PENGATURAN ILMU DALAM REVOLUSI PERANCIS
Ilmu alam mempunyai peran yang signifikan pada saat Revolusi Perancis. Gaya dominan ilmu di zaman Revolusi ialah matematis. Dalam penerapanny, metode yang digunakan berupa rasionalisasi. Pada puncak Revolusi muncul gerakan balik dalam ilmu yang menyalahkan pendekatan matematis karena bersifat steril dan elitis. Walaupun Paris sebagai pusat dunia ilmiah pada tahun 1820-an, namun kemandekan ilmu juga terjadi di sana. Sesudah tahun 1830, iklim ilmiah di Paris didominasi oleh karierisme dan pada abad ke-19 penemuan-penemuan besar dalam ilmu terjadi di berbagai tempat.

D. REAKSI ROMANTIK DAN ILMU
Sebagimana dalam Revolusi Perancis pada waktu yang sama filsafat alam (nurturphilosophie)tumbuh subur di Jerman. Sedangkan di Inggris, pengaruh nurturphilosophie sebagian besar terlihat dengan jelas pada penyair-penyair romantik. Prestasi-prestasi ilmiah para menyokong nurturphilosophieyang masih ada sampai sekarang hanya sedikit, walaupun barangkali banyak lagi yang dapat dikenali bila dilakukan penelitian historis yang lebih simpatik. Pola umum orang muda pada zaman itu lazimnya terpikat pada visi kebijaksanaan yang terpadu tersebut selama berada di universitas dan kemudian untuk mengisi hidupnya mereka mereka mencoba sedapat mungkin membebaskan diri darinya melalui penelitian yang tekun. Akhirnya nurturphilosophie menjadi suatu pemikiran ortodoksi melalui para professor universitas.




















BAB V
ZAMAN MATANGNYA ILMU – ILMU

Abad ke 19, bangsa-bangsa industri maju eropa membaur akibat revolusi industri dan revolusi perancis, akibatnya masyarakat berpencar dan mengembangkan birokrasi-birokrasi negara untuk mengatur perdagangan dan kesejahteran ke kota- kota yang lainnya. Satu persatu disiplin ilmu mengalami kemajuan serupa dalam pencapaian sisitem-sistem yang runtut dan dalam penciptaan lembaga-lembaga pengembangan aktivitas ilmiah.

A. ILMU DALAM ABAD KE - 19
Pada abad 19, ilmu meluas menjadi bidang-bidang penelitin baru dengan sangat berhasil, yang meliputi penggabungan matematika dengan eksperimen dalam fisika, penerapan teori kepada eksperimen dalam kimia, dan eksperimen yang terkendali dalam biologi. Hal ini didukung pula dengan berdirinya universitas-universitas baru dan telah diperbaharui yang menyokong dilakukannya penelitian, pengajaran dan komunikasi melalui jurnal-jurnal dan komunitas komunitas spesialis. Disemua bidang pembeljaran, metode-metode yang serba ketat dan pengetahun yang luas serta dalam, semakin meningkat. Monumennya adalah dengan terbitnya Ensiklopedia Britannica di penghujung abad tersebut.

1. Perbedaan – perbedaan dalam Gaya Penelitian
Masih terlihat perbedaan-perbedaan mencolok di antara bangsa-bangsa terkemuka berkenaan dengan kenyataan-kenyataan gaya penelitian. Di Inggris, tidak ada lembaga-lembaga yang memberikan pekerjaan kepada peneliti, hal ini menyebabkan ilmu di Inggris lebih kurus dibanding Jerman, khususnya dalam bidang terapann seperti kimia. Namun itu semua tertutupi dengan gaya individual dan eksentriknya. Di Jerman, ilmu-ilmu alam memunculkan andil dalam memunculkan sistem universitas yang standart dan bergengsi. Dengan basis kelembagaan dan perlengkapan ilmiah yang sangat maju , ilmu Jerman yang bangkit pada tahun 1830, menempati posisi sebagai pemimpin dalam periode Revolusioner dan periode Napoleon.
Hubungan ilmu dengan penerapan-penerapannya mempunyai perubahan bertahap yang sama meskipun terdapt klaim-klaim yang bertentangan, transmisi langsung dari proses-proses laboratorium menuju pabrik menjadi efektif hanya menjelang akhir abad ke 19.




2. Kemajuan dalam Fisika
Selama abad ke 19, tiap cabang induk ilmu eksperimental menghasilkan kemajuan besar, yang bila ditinjau ke belakang pada keadaan awalnya, tampak merupakan tingkat permulaan. Akar perkembangan ini terletak dalam karya para fisikawan di bidang kekuatan rekayasa ( Power Enginering ) yang dipeloproi oleh Sadi Carnot dari Perancia dan Jmes Joule dri inggris, dalam bidang- bidang eksperimental yang beraneka ragam dipelopori oleh orang jerman Hermn Helmhortz. Dengan demikian sifat-sifat umum materi dikuasai dan dibut runtut secara berturut turut. Pr fisikawan belakangan dengan tepat menyebut abad ke- 19 dengan abad klasik.

3. Kemajuan dalam Kimia
Kimia dibangun diatas fondasi- fondasi teoritis peristilahan Lavoisier dan teori atom Dalton. Dekade sejak tahun 1858 memperlihatkn tiga kemenangan besar. Di Italia, Stanislao Cannizarro memechkan teka-teki kembar mengenai berat atomik dan komposisi kimiawi dengan mensintesakan ide-ide yang semula ditinggalkan ( khususnya hipothesis avogadro ) dengan hasil-hasil eksperimental baru beserta prinsip- prinsip heuristik yang berkembangan dalam pengajaran. Setelah itu kimia dapat bergerak ke arah penyatuan yang lebih ketat dengan fisika dan peningkatan kekuatannya dalam penerapan industri.

4.  Kemajuan dalam Biologi
Dalam biologi, pendektan eksperimental pertama kali berhasil dikembangkan dalam fisiologi, terutama oleh sekolah Johannes Muller di Jerman dalam suasana reaksi yang kompleks dan Natur Phiosophie. Melalui lapngan-lapangan ilmu muncullah prestasi konseptual yang barangkali paling penting dalam abad ini  yaitu dimensi waktu di dalam alam, baik sebagai suatu hal yang dursinya sangat panjang maupun sebagai kerangka kerja perubahan kualitatif. Dengan skala waktu yang panjang yang diterim secara universal, pemunculn artefak- artefak dan rongsokan manusia yang tertanam dalam lapisan-lapisan tanah yang tua, bahkan memunculkan masalah- masalah yang lebih sulit, bukti tersebut agaknya ditinggalkan lebih dari seperempat abad.
Tema zaman ini ialah kemajuan, dan ilmu menerim kapercayaan karena banyaknya kemajuan nyata yang terjadi dan juga karena menganut optimisme umum zaman itu. Pendiskreditan mereka terhadap fungsi – fungsi agama pada periode masa kini menghadirkan persoalan- persoalan serius bagi masa depan ilmu.




B. AWAL ABAD KE- 20
Tendensi- tendensi tertentu yang terjadi selama abad ke -19 ilmu menjadikan posisi menguat selama periode pergantian. Pada msa ini, ilmu bersifat profesional dalam organisasi sosialnya, reduksionis dalm gayanya dan posisi dalam jiwanya.
Kemudian ilmu dipandang, pada dasarnya, sebagai hasil penelitian murni. Gaya pekerjaan yang dominan dalam periode ini bersifat reduksionis. Penyelidikan-penyelidikan dipusatkan pada proses-proses murni, stabil dan dapat dikontrol secara buatan yang dapat terlaksana di laboratorium.
Jiwa positif ilmu initrlihat dengan meningktnya pemisahan fisiolofis. Teori-teori relativitas Einstein dan prinsip ketidak pastin fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, dalam teori kuantum memunculkan diskusi- diskusi filosofis yang bersemangat antara para ilmuan dengan orang awam.
Prestasi-prestasi ilmiah di awal abad 20 terlalu besar bahkan dikatalogkan. Tetapi ada suatu pola umum kemajuan. Di tiap bidang utama, kemjuan didasarkan pada karya deskriptif yang sangat berhasil dari abad ke 19. Agak mengherankan bahwa kemenangan-kemengangan ilmu tampak menjanjikan pengetahuan dan kekuasaan yang berlimpah ruah. Segelintir orang dapat meramalkan masalah-masalah bahwa sukses-sukses yang sama kan dapat dibawa ke dalam lingkungan sosial dan alamiah berdasarkan penerapan ilmu dalam jiwa agresif yang tak berubah selama lima abad ekspansi Eropa.

C. MASALAH - MASALAH DAN PROSPEK -PROSPEK
Dalam prepsektif sejarah yang panjang ini, dapat dilihat bahwa kesulitan-kesulitan moral, politik dan lingkungn yang dihadapi ilmu dan teknologi masa kini tidak seluruhnya baru. Namun, walaupun para sejarahwan tak dapat di puaskn dengan kisah sederhana tentang keberhasilan terus menerus yang dituturkan oleh generasi- generasi yang lebih awal, mereka melihat bahwa ilmu eropa modern adalah suatu bagian penting peradaban. Mendefinisikan suatu masalah menajalani jalan yang panjang menuju solusi – solusinya. Masalahnya itu hanyalah bagian yang bersifat teknis. Sama halnya, ia merupakan salah satu sifat ilmu alamiah dalam peradaban eropan sebagaimna ia dikembangkan selama abad-abad.








BAB VI
FILSAFAT ILMU


A. HAKIKAT, RUANG LINGKUP DAN HUBUNGAN-HUBUNGAN TOPIKNYA
Di sepanjang perkembangan filsafat, topik yang digeluti terbagi atas dua jenis utama, yaitu: ontologis atau ontal dan epistemologis, atau epistemik. Keasyikan ontal para filsuf ilmu kerap tumpang tindih dengan bidang-bidang ilmu itu sendiri. Karena mereka telah berhubungan dengan persoalan umum.
Secara epistemologis, para filsuf ilmu telah menganalisis dan mengevaluasi konsep-konsep serta metode-metode yang dipakai dalam mempelajari fenomena alamiah dan perilaku manusia, apakah bersifat individual atau kolektif.
Karena cakupan permasalahannya sangat luas, filsafat ilmu telah menarik perhatian orang dari latar belakang dan minat-minat profesional yang sangat berbeda-beda. Keanekaragaman minat dan pendekatan telah mempengaruhi hubungan-hubungan antara filsafat ilmu dengan disiplidisiplin lain yang berdekatan.
Penyelidikan masa kini pada filsafat ilmu tidak memuat upaya prasangka terhadap persoalan utama yakni apakah metode-metode analisis saja yang sah ataukah pada titik-titik tertentu topiknya bertumpang tindih secara sah dengan topik-topik yang berdekatan dengannya seperti psikologi kognitif, sejarah ilmu, dan epistemologi.
Sebagian menolak aliansi apapun kecuali denagn logika. Sementara yang lainnya menggarap hubungan-hubungan historis dan perilaku yang lebih luas; dan kedua sudut pandang ini harus diperhitungkan.

B. PERKEMBANGAN HISTORIS FILSAFAT ILMU
Periode Klasik dan abad Tengah: Permulaan Filsafat Alam
Pada mulanya persoalan-persoalan ilmu adalah di seputar metode dan supstansi yang tidak terpisahkan dari apa yang telah lama disebut sebagai filsafat alam. Pada filsuf Pra-Sokratik mendasarkan jawaban mereka sedapat mungkin pada dasar-dasar epistemik. Menurutnya, sejauh yang diketahui manusia tidak ada kenyataan seperti yang dijelaskan Parmenides, sebab sgala sesuatu secara empiris berubah secar terus menerus.
Plato berargumen bahwa hanya entitas-entitas matematis yang mempunyai jenis intelligibilitas yang bersifat tetap, yang telah dituntut Parmenides dengan tepat pada unsur-unsur pokok terakhir dalam ilmu alam rasional
Entitas-entitas dan relasi-relasi matematis sangat umum dan sangat jauh dari pengalaman aktual untuk menjelaskan rincian-rincian kualitatif entitas-entitas empiris. Para platonis dengan Aristotelianis menampilkan dengan jelas untuk pertama kalinya, alternatif utama cara-cara penjelasan yang berlaku pada ilmu dan menganalisis kemungkinan dan kekurangannya dalam istilah-istilah umum.
Pada puncak abad pertengahan, kemungkinan bagi manusia untuk membuat dirinya menjadi tuan intelektual alam, sebagian besar sudah ditinggalkan. Pengertian manusia kini tergantung pada penerangan Allah. Jaminan pengetahuan ilmiah tidak terletak pada mutu metodologinya melainkan terletak pada berkat Allah. Satu-satunya jalan menuju pengetahuan adalah melalui pikiran ilahi.
Abad ke-12 dan ke-18: Dari Manifesto Hingga Kritik.
Ada dua faktor baru, yang bersama-sama memberikan suatu otonomi baru bagi perdebatan di seputar metodologi ilmiah. Yang pertama, filsafat menempatkan persoalan utama di dalam filsafat ilmu. Yang kedua, persoalan ini memperoleh relefansi dan signifikan baru, karena manusia kemudian menghasilkan yang baru, teori-teori alam yang berbasis empiris dengan kesungguhan yang tak dikenal selama 1.200 tahun.
Francis Bacon dan Rene Descartes memikirkan tujuan intelektual yang sama, yakni merumuskan secara eksplisit suatu metode baru bagi kemajuan intelek, yakni menyusun prosedur rasional ilmu dalam cara yang membebaskannya dari asumsi yang sewenang-wenang, tak beralasan atau takhayul dan mendasarkannya pada cara yang tak tergoyahkan dal konsep yang bersifat “jelas dan terpilah-pilah”, atau sahih secara nyata.
Descartes berfokus pada persoalan penyusunan sistem-sistem deduktif yang serba koheren dan konsisten dalam teori. Sementara Bacon bereaksi terhadap ketergantungan Skolastik pada otoritas Aristoteles, dengan meminta agar manusia kembali kepada pengalaman-pengalaman langsung.
Walaupun Newton sangat dipengaruhi oleh contoh matematis Descartes, ia hanya mengikuti masim-maksim metodologisnya pada suatu poin saja. Dalam praktiknya Newton merancang metode hipotesis-deduktif, yaitu dengan menghubungkan kembali secara deduktif kepada sejumlah kecil prinsip-prinsip dan definisi umum.
Tujuan utama filsafat Kant yang disebut sebagai filsafat Kritis, dengan sebutan metode transendental, ialah memberikan sebuah alternatif pembenaran filosofis terhadap hasil-hasil Newton. Kant berargumen, tak ada sesuatu yang nyata yang dapat mencerminkan kepada si penyelidik tentang apapun mengenai dunia luar. Kant mengklaim, aksioma-aksioma Euklidean dibutuhkan bukan hanya bagi limu saja.
Sampai Perang Dunia I : Filsafat Klasik Kant yang ambisius, bertekat untuk memperlihatkan sacara a priori bahwa struktur aktual manusia adalah struktur satu-satunya yang dapat diterima dan yang paling efektif. Kubu idealis mengambil inti tesis Kant bahwa struktur kognitif pengalaman dipaksakan ke alam ketimbang ditemukan di dalamnya dan mereka mencoba menyelidiki konsekwensinya yang lebih luas.
Sementara itu, para Materialis mekanistik mengabaikan wawasan-wawasan sentral Kant dan sebagai gantinya berkonsentrasi pada implikasi sistem Newtonian yang tampak kepada cabang-cabang ilmu lain.
Filsafat Whewell, variasi Kantian pada metode hipotetiko-deduktif, dihistorisasi: hanya dengan suatu pendekatan progresif maka para fisikawan tiba pada sistem yang paling koheren dan komperhensif dari apa yang disebut Whewell hipotesis “consilien” yang cocok dengan pengetahuan empiris juga penyelesaiannya.
Dalam pandangan Austria, Ernst Mach, dan Richard Avenarius, konsep-konsep teoretis merupakan fiksi intelektual, diperkenalkan untuk mencapai pengaturan dalam organisasi intelektual kesan-kesan panca indra, atau pengamatan, yang hanya untuknya keunggulan ontal dapat diklaim.
Henri Poincare dan Pierre Duhem berusaha mengatakan yang sebenarnya mengenai unsurunsur yang sewenang-wenang di dalam konstruksi teori sambil menghindari jenis keraguan radikal tentang status ontal entitas-entitas teoretis yang membawa Mach ke dalam Skeptisisme seumur hidup tentang realitas atom-atom.
Perdebatan Abad ke-20: Para Positivistis versus Sejarawan
Di pertengahan abad ke-20, perdebatan dalam filsafat ilmu semakin mendalam, rumit, dan kritis. Penyebabnya adalah perubahan mendalam yang telah terjadi sejak tahun 1900 di dalam fisika teoretis dan cabang-cabang fundamental ilmu alam.
Perdebatan sekitar tahun 1900 diperkenalkan oleh Mach. Mach mencoba mereduksi semua pengetahuan menjadi pernyataan tentang sensasi, sebagai sumber utama, baik Positivisme dan empirisme logis lingkaran Wina dan juga teori epistemologis tentang data-indra dan konstruksi logis yang dikembangkan di Inggris.
Terdapat dua untaian utama yang dipilih untuk diuraikan. Yang pertama adalah untaian Positivisme neo-Humean yang menggeluti secara mendasar isu-isu epistemologis. Metode hipotetiko-deduktif menjadi sebuah resep untuk membagi suatu rangkaian sistem yang semakin menyeluruh secara progresif. Perdebatan berikutnya di dalam aliran Wina berkenaan dengan sebagian besar, ciri eksak dan dana pembuktian atau falsifikasi.
Selama periode yang sama, perubahan-perubahan luar biasa terjadi di ilmu seperti fisika teoretis, biokima dan psikologi telah merangsang diskusi filosofis di kalangan para ilmuwan.
Sejak tahun 1940 satu pusat baru telah berkembang, kini dalam ilmu behavioral. Beberapa psikolog bersikeras bahwa tindakan manusia tunduk kepada hukum dan mekanisme yang sejenis dengan proses fisik. Para behavioris menolak kelas tersendiri untuk hukum dan proses mental.
Sementara para psikolog kognitif berargumen bahwa aktivitas linguistik bersifat kreatif dan diatur sesuai dengan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh para behavioris.
Konflik yang tidak terpecahkan berkenaan dengan signifikansi sejarah dalam menjelaskan perilaku kolektif manusia. Sekali lagi, disini perdebatan metodologis masih berlanjut dan hasil akhirnya belum dapat diramalkan dengan jelas.






























BAB VII
KONSEPTUALISASI DAN METODOLOGI ILMU

Sejak permulaan, para ilmuwan tertarik untuk mengkatalaogkan dan mendeskripsikan dunia alam seperti yang mereka temukan, serta membuat cara-cara kerja alam dapat dipahami dengan bantuan teori-teori yang padat dan terorganisir. Seiring hal tersebut, para filsuf diharuskan untuk mempertimbangkan alam semesta yang terisolasi dan juga cara manusia meyerap dan menafsirkan sendiri fakta-fakta itu ketika memasukkannya ke dalam genggaman suatu teori yang dapat dipahami dan pertimbangan-pertimbangan yang di dalamnya kesahihan ide-ide teoritis yang dihasilkan dipengaruhi oleh data empiris. Klarifikasi metodologis dalam filsafat ilmu telah membawa kemajuan pada ilmu itu sendiri sehingga memunculkan pengalaman baru yang dapat dimanfaatkan para filsuf untuk memajukan analisis metodologisnya.

A.UNSUR-UNSUR USAHA ILMIAH
1. Data Empiris dan Penafsiran Teoritis
Unsur Empiris yaitu ilmu yang menjelaskan peristiwa-peristiwa, proses-proses, atau fenomena aktual di alam; dan tidak ada sistem ide-ide teoritis, istilah-istilah teknis, dan prosedur-prosedur matematis yang patut disebut ilmiah jika ia bertarung dengan fakta-fakta empiris itu pada titik tertentu dan dengan cara cara tertentu membuatnya jadi lebih mudah dipahami.
Unsur Konseptual yaitu ilmu yang menggunakan abstraksi-abstraksi, terminologi dan teknik-teknik penafsiran dan penjelasan ciri khasnya sendiri, yang jenis-jenisnya bisa sangat berbeda. Unsur-unsur konseptual tersebut adalah kunci-kunci intelektual yang dengannya fenomena dibuat bisa dipahami, dan sebuah perdebatan filosofis yang paling aktif telah mengubah sama sekali bagian yang mereka mainkan dalam penafsiran fenomena.
Unsur Formal dan Matematis bisa saja berupa algoritma sistematis, atau prosedur penghitungan, program komputer, konstruksi geometris, metode analisis grafis, sistemaksiomatik. Geometri dan fisika diorganisir menjadi skemata formal proposisi-proposisi yang diikat bersama oleh hubungan-hubungan logis. Para filsuf abad 20 telah mencurahkan banyak waktu dan usaha kepada persoalan seberapa jauh dan pada kondisi apa cabang ilmu alam lainnya dapat dimasukkan di dalam bentuk aksiomatik yang sama sebagaimana mekanika klasik dan teori listrik ?
Atau apakah konstruksi formal itu sendiri hanyalah peralatan manusia yang diadopsi untuk menyederhanakan penanganan data empiris, yang tidak menyatakan apa-apa lagi tentang struktur yang mendasari alam itu sendiri ? Tiga kelompok unsur ini mengajukan masalah-masalah yang masih menimbulkan ketidaksepakatan yang mendalam bagi para filsuf ilmiah. Dan menimbulkan tiga kerangka berpikir bagi para filsuf, yaitu :
a.     Empiris radikal : menekankan fondasi-fondasi empiris pengetahuan ilmiah; bagi mereka, fakta fakta mentah pengalaman bersifat primer dan berhak mendapatkan penghargaan absolut. Dalam pandangan ini, prinsip teoritis umum mempunyai muatan ilmiah yang autentik hanya bisa ditafsirkan sebagai generalisasigeneralisasi empiris tentang data empiris yang dipahami secara langsung.
b.     Empiris dan rasionalis : menekankan poin-poin yang shahih dan penting, namun di dalam bentuk-bentuknya yang ekstrem, mereka menimbulkan kesulitan-kesulitan yang mungkin tak dapat diatasi.

2. Prosedur-prosedur Empiris Ilmu
a.     Prosedur Pengukuran : membawa para ilmuwan kepada perkiraan-perkiraan kuantitatif terhadap variabel-variabel dan besaran-besaran yang dipertimbangkan di dalam teori-teori mereka.
b.     Prosedur Analitis : teknis-teknis yang digunakan untuk tujuan ini, dalam kenyataannya, ialah yang berhubungan erat dengan teknik-teknik yang terlibat di dalam teori-teori pengukuran, kesalahan yang mungkin, signifikansi statistik, dan yang lainnya. Di bidang ini, hubungan antara diskusi-diskusi filosofis mengenai logika induktif dan prosedur-prosedur praktis pekerjaan para ilmuwan berada pada tingkat yang terdekat.
c.     Prosedur klasifikasi Sistematik : sifat kesulitan-kesulitan yang terus berlanjut menekankan satu poin signifikansi yang umum tentang hubungan bukti empiris dengan teori-teori ilmiah.

3. Struktur-struktur Formal Ilmu
Muatan intelektual ilmu alamiah apapun dapat diungkapkan dalam suatu sistem proposional yang formal, yang mempunyai struktur logis esensial yang bersifat terbatas. Menurut program yang dihasilkan, tugas pertama bagi filsafatb ilmu ialah mengulangi di dalam istilah-istilah yang sangat umum jenis analisis yang dipakai Heinrich Hertz untuk memilih aspek-aspek formal ilmu dari aspek-aspek empirisnya. Program itu dilaksanakan dengan harapan agar ia akan mungkin, memperlihatkan eksistensi struktur-struktur formal yang esensial bagi ilmu apapun dan untuk mengidentifikasi hakikat hukum-hukum, prinsip-prinsip, hipotesis-hipotesis, dan pengamatan-pengamatan melalui fungsi-fungsi khasnya. R.G. Collingwood,seorang filsuf dan sejarawan Inggris membuat suatu usaha yang mencolok dimana struktur formal sistem-sistem intelektual dijelaskan dalam istilah-istilah, bukan dalam rangka pewarisan-pewarisan secara langsung di antara proposisi-proposisi yang kurang lebih universal namun lebih tepatnya di antara perandaian-perandaian mutual konsep-konsep yang kurang lebih umum.


4.Perubahan Konseptual dan Perkembangan Ilmu
Konsep ilmu diterjemahkan sebagai pertanyaan-pertanyaan logis atau linguistik tentang peran-peran formal dan rujukan-rujukan empiris istilah-istilah teknis dan variabel-variabel sistematis.
Pada tingkat yang ekstrem, terdapat orang yang masih memandang konsep-konsep teoritis dan prinsip-prinsip sebagai sistem-sistem yang diorganisir menjadi sistem logis yang rapi. Dan terdapat orang yang mencoba mendefinisikan pendirian-pendirian alternatif terhadap ilmu-ilmu yang berbeda sebagai konsekuensi-konsekuensi premispremis dasar atau perandaian-perandaian yang berbeda.

B. GERAKAN-GERAKAN PEMIKIRAN ILMIAH
1. Penemuan dan Rasionalitas
Istilah penemuan mengacu pada semua tahap dalam penelitian ilmiah yang mendahului perumusan argumen-argumen penjelas baru yang merupakan hasil terakhirnya. Dalam pandangan ini minat-minat rasional sang filsuf terhadap ilmu dibatasi. Semua pertanyaan tentang tahap-tahap yang lebih awal (tentang penemuan) adalah masalah psikologi biasa, bukan filsafat yang serius.
Persamaan awal rasionalitas dengan tuntutan-tuntutan logikalitas menuntut pengkajian yang lebih serius. Aktivitas penyelidikan dan penemuan dapat dikaji dengan memanfaatkan sudut pandang psikologis seperti yang telah dilakukan.

2. Pengesahan dan Pembenaran
Proses pengesahan melibatkan dua langkah yang esensial (1) langkah formal yang menyimpulkan prediksi-prediksi baru dari teori tersebut dan (2) langkah empiris yang membandingkan prediksi-prediksi tersebut dengan fakta-fakta sehingga memperlihatkan kebenaran teori tersebut atau membuktikan kekeliruannya.

3.Penyatuan, Pluralisme, dan Reduksionisme
Dalam dorongan metodologis ke arah penyatuan ilmu-ilmu, seperti terjadi dalam fasefase penemuan dan pengesahan yang lebih awal, godaan intelektual untuk menggenaralisasi secara prematur melempangkan jalan para filsuf menuju bahayabahaya nyata tertentu. Orang harus menganalisis tuntutan-tuntutan praktis masalahmasalah mutakhir di dalam bidang-bidang yang berbeda dan melihat seberapa jauh persyaratan-persyaratan itu dapat dipertemukan lewat pengembangan suatu perlakuan penjelasan terpadu bagi semua ilmu-ilmu khusus yang sedang digarap.

BAB VIII
ISU-ISU YANG LEBIH DALAM DAN LEBIH LUAS YANG MELIBATKAN ILMU

A. STATUS FILOSOFIS TEORI ILMIAH
1.Status Proposisi dan Konsep – konsep atau Etintas – etintaas Ilmiah
Bertitik tolak dari kasus epistemik proposisi – proposisi teoritis dalam ilmu, baik jugalah mempertimbngkan klaim – klaim yang berbeda yang telah diajukan tentang objektivitas penerapan
– penerapannya atu kebenarannya atau keduannya.
Bertitik tolak dari status epistemik teori – teori imliah, tiga pandangan utama dapat dibedakan : pada kutub yang ekstrem ialah posisi realis yang ketat, yang menekankan basis factual bagi semua pengetahuan ilmiah dan menekankan kontingensi logis yang disiratkan basis ini bagi semua proposisi – proposisi substantif di dalam ilmu.
Pada kutub ekstrem lawanya, terdapat posisi konvensionalis yng ketat, yang menekankan peran konstruktif artikulasi teori sang ilmuan itu sendiru dan menekankan keharusan logis untuk mengembangkan struktur konseptual yang dihasilkan. Akhirnya, sederetan luas pandangan pandangan perantara mencoba menghindari pertentangan utama antara para realis dengan konvensionalis.
Diskusi – diskudi primer mengenai implikasi – implikasi ontologis teori ilmiah terdapat dalam artikel metafisika dan filsafat alam . sebgai gantinya, istilah – istilah dan konsep – konsep ilmu tersebut semuanya dimengerti sebagai produk dari begitu banyaknya operasi logis, atau semantik atau konstruksi, dan pertanyaan – pertnyaan tentang eksistensinya yang nyata disishkan sebagai tahayul – tahayul metafisik yang membahayakan.

2.Analisis Filosofis dan Praktek Ilmiah
Argumen – argumen tentang pandangan – pandangn ontologis dan epistemologis yang bersaing ini tak dapat ditinggalkan atau dipertimbangan dengan aman tanpa pertama – tama melihat pada hubungan yang semakin dekat dan kompleks antara minat – minat analitis yang umum dari para filsuf dan minat – minat intelektual yang lebih spesifik dari pekerjaan para ilmuan itu sendiri.
Sejak tahun 1920, misalnya, telah ada suatu tanda – tanda kembali hidupnya diskusi filosofis di kalangan para ilmuan yang bekerja di beberapa bidang yang terspesialisais khususnya di kalangan fisikawan yang menaruh perhatian pada struktur dan perkembangan mekanika kuantum. Dimana – mana perdebatan filosofis tentang ilmu telah dilaksanakan dalam bentuk – bentuk yang spesifik lainnya. Persis seperti dalam filsafat alam ristoteles, kontroversi metafisik tentang ide – ide dan esensi – esensi tercermin dalam pendekatn metodologis Aristoteles sendiri kepada biologi dn kepada studi hubungan – hubungan alamiah dan kalsifikasi – klasifikasi organisme – organisme
, maka ketika abad-20 mempertimbangkan kembali taksonomi tradisional, dalam kerangka teori evolusi, genetik, dan dinamika populasi menjadi suatu kesempatan untuk memperbaharui perdebatan fisiologis.
Sama halnya, dalam psikologi persepsi dan bidang – bidang yang terkait, perluasan pemahaman pada tahun- tahun yang terkait perluasan pemahaman pada tahun – thun belakangan ini akhirnya mengijinkan penyusunan pertanyaan – pertanyaan empiris secara autentik tentang persepsi dan kognisi yang cocok untuk penyelidikan langsung sebagai ganti dari penelitian yang dibatasi kepada spekulasi – spekulasi a priori yang umum.
Jauh dari semua bentuk pengetahuan dan persepsi yang mematuhi suatu pola umum yang tunggal, indra manusia dan hubungan – hubungn praktis dengan dunia menggerakkan kumpulan bermacam
– macam sistem perseptual yang opersi – operasinya tidak membenarkan rumus epistemologi tentang kesamaan kesan dan ide – ide, data – indra, dan konstruksi – konstruksi logis, atau intuisi instuisi dan skemata.
Pada titik afiliansi di antara ilmu dan filsafat hanya memindahkan ke dalam bidang – bidang ilmu yang merupakan wilayah – wilyah kebingungan metodologis masa kini, interksi – interaksi yang sama, yang subur pada abad – abad terdahulu, dimana ilmu mempunyai metode – metode yng sekarang di mengerti dengn baik
Selama diskusi filosofis dibatasi di dalam batas – batas suatu bahasa buatan yang ideal atau sistem yang proporsional, barangkali, ia bisa terus mengajukkan dilema – dilema yang abstrak tentang, misalnya, entitas – entitas teoritis dan konfirmasi teori.
Doktrin – doktrin dan pendekatan –pendekatan filosofis yang membawa keyakinan besar ketika di terapkan kepada teori – teori dan ide –ide dari sebuah ilmu mungkin tak menghernkn kehilangan semua kemasuk aklannya ketika diperluas ke bidang bidang lain. Demikianlah, suatu analisis empiris bisa diterapkan secara langsung kepada meteorologi namun seluruhnya memberi keterangan yang keliru tentang struktur dan implikasi – implikasi teori elektromagnetik ; sementara, sebaliknya, penjelasan Neo kantian mengenai fisika teoritis mungkin kekurangan relevansi langsung, misalnya, kepada ide – ide tentang perilaku binatang. Sama halnya, sekarang halnya, sekarang ini, filsuf harus melihat pada posisi – posisi saingannya di dalam filsafat ilmu, bukan sekedar jawaban – jawaban kontradiktoris kepada pertanyaan – pertanyaan teknis di dalam filsafat itu sendiri, melainkan sama – sama sebagai kontribusi – kontribusi pelengkp bgi kemajuan metodologis pemahaman teroitis kepad seluruh wilayah yng bermacam – macam dari bidang ilmiah yang berbeda.




B. HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN BUDAYA
Survei ini, hampir secara eksklusif, telah membicarakan masalah – masalah filosofis dan argumen
– argumen tentang ilmu – ilmu yang dipandang sebagai sumber – sumber pengetahuan teoritis. Bersama dengan perubahan masa kini penekanan dari ilmu fisik menuju ilmu humaniora dan sosial, orang menemukan bahwa pendekatan – pendekatan abstrak tersebut sekali lagi rentan terhadap kritik terhadap kritik terlalu mengintelektualisir hakikat dan implikasi – implikasi ilmu.
Beberapa serangan – serangan ini berasal dari arah noe-Marxis dn mencerminkan desakan Mrxian tradisionl pada sutau kesatuan teori dan tindakan, akan tetapi kritik – kritik yang sama jug datang dari orang dengann kesetiaan – kesetiaan intelektual yang sangat berbeda misalnya, dari sosiolog perkotaan Lewis Mumford dan para Eksistensialis kontenporer.
Variasi pandangann – pandangfan ini senantisa banyak sekali. Para pendukungny telah bergabung dari seluruh bidang mulai dari seorang seperti wilian Ostwald yang bersemngat dan julian Huksley evolusionis, keduannya mengakarkanetika pada alam menyajikan ide – ide dan prosedure prosedure ilmiah sebagai obat – obat yang mujarab dn rasional bagi masalah – masalah yang intelektual dan praktis dari semua jenis, hingga keada orang, seperti Piere Duheim dan crl von weizsacker, fisikawan dan filsuf alam, keduanya mengakui adanya tuhan, dengan sengaja membatasi klaim – klaim ilmu sedemikian rupa sehingga melindungi kebebasan dari manufer untuk etika, misalnya teologi.
Akan tetapi , apa pun posisi filosofis umum seseorang berkenaan dengan realitas pengetahuan dan entits –entitas ilmiah, ada pertanyaan – pertanyan lin yang lebih praktis untuk dihadapi, pertanyaan
– pertanyaan tentang implikasi – implikasi spesifik ide –ide dan kepercayaan – kepercayaan ilmiah yang berbed untuk bidang – bidang tindakan dan pengalaman manusia serupa.
Menurut pengkajian masa kini yang lain, sudut – sudut pandangan teoritis yang diadopsi dalam ilmu alam adalah umum dan abstrak, namun tuntutan – tuntutan praktis tindakan sosiopolitis dan, a fortiori, tindakan individual adalah konkret dan khusus, dan dengan sendirinya, perbedaan ini menempatkan suatu larangan yang segera padarelevansi eksistensial ide – ide ilmiah dan teknik teknik rekayasa.
Yang lain mengambil pendekatan yang lebih positiif ke arah kontribusi ilmu bagi suatu pemahaman nilai – nilai manusia. Sementara ide – ide ilmiah yang spesifik dan doktrin – doktrin itu sendiri mungkin tidak cukup untuk mengarahkan tindakan sosil dan politis, namun demikian, sikap ilmiah, mempunyai signifikansi yang mendalam bagi kebijakan sosial dan etika individual yang sama.
Dari pada mengejar harapan yang sukar dicapai ini, para sarjana harus melakukan usaha yang lebih banyak pada tugas memahami baik prasyarat – prasyarat sosial perkembangan ilmiah yang efektif maupun prioritas – prioritas ekonomi dan politis yang terlinat di dalam penerapan praktis penelitian ilmiah. Jika dibandingkan dengan kontroversi –kontroversi versi pada abad – abad terdahulu, perdebtn di antara ilmu dan agma dibungkam secara aneh sekarang ini. Akan tetapi, bagi sebagian besar orang, pertanyaan – pertanyaan tersebut telah sedemikian jauh kehilangan gigitanya yang terdahulu sehingga sekarang ini tampak naif.
Apakah alasan bagi perubahan ini ? di zaman – zaman terdahulu, istilah kosmologi hanya mencangkup struktur astronomis kosmos dan asal – usul spesies manusia namun juga signifikansi religius tempat manusia di dalam alam. Sebaliknya, para teolog kontenporer, melihat fisika dan biologi sedikit banyak berhubungan dengan sikap – sikap religius dan keasyikan – keasyikan manusia dari pada yang dilihat par pendahulunya. Akibatnya, ambisi manusia terdahulu mengkonstruksi suatu pandangan manusia yang tunggal dan menyeluruh, yang mencangkup kebenran – kebenaran yang esensial baik maupun agama, tidak lagi memainkan bagian yang aktif dalam kehidupan yang intelektual seperti di zaman sebelumnya.
Perubahan fokus ini telah disertai oleh suatu perubahan dalam ide – ide tentang batas – batas intrinsik ilmu. Seorang sarjana boleh memilih mempelajari objek – objek, sistem – sistem, atau proses – proses, apa pun yang senanginya, namun hanya petanyaan – pertanyaan tertentu akan dapat dijawab di dalam istilah – istilah umum, teoritis yang khas pada ilmu.
Perubahab oendektan ini mungkin tidak menjadikan masalah substantif yang membatasi tapal batas ilmu secara eksak pada semua titik jauh lebih mudah dibanding sebelumnya, namun ia mempunyai satu keunggulan yang asli : ia menghargai fakta yang sangat penting, yang menarik perhatian khusus dalam survei ini, bahwa ciri khas ilmu terletak bukan pada tipe – tipe objek dan peristiwa yang dapat diakses ilmuwan melainkan dlam penyelidikan – penyelidikannya dn juga dalam jenis
– jenis masalah yang membantunya mencapai solusi ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar