ILMU DI ZAMAN REVOLUSI
BAB I
ILMU DALAM PERADABAN ZAMAN KUNO DAN ABAD TENGAH
A. ILMU DALAM PERADABAN YUNANI
Kemunculan science di Eropa dianggap
bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang mendiami pantai dan
pulau-pulai Mediteranian Timur, di akhir abad ke-6 dan ke-5 SM. Karya mereka
hanya dikenal melalui cuplikan-cuplikan, rujukan-rujukan kutipan-kutipan
singkat yang dibuat oleh para pengarang. Dengan menyeleksi cuplikan-cuplikan
itu para pengarang dapat menjadikannya lebih rasional dan ilmiah daripada
sekedar pembenaran.
Para filsuf Yunani Kuno lebih
berminat pada penjelasan inderawi daripada mengajukan resepresep praktis,
mereka melakukannya dengan mengutamakan sebab-sebab daripada pelaku-pelaku
pribadi, meskipun sebab-sebab itu berasal dari analogi yang terdapat dalam
pengalaman berkarya dan perilaku manusia. Para filsuf Yunani menjadi perintis
sikap ilmiah Eropa modern.
Plato yang hidup di awal abad ke-4
SM adalah seorang filsuf earliest yang tulisan-tulisannya masih ada. Ia adalah
propagandis matematika yang sangat berpengaruh.
Di penghujung abad ke-5 SM
penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai
fenomena akal sehat ketimbang argument yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman
buatan yang terkendali, yang baru muncul bersama Ariatoteles. Ada 2 ilmu yang
dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematangannya yaitu ilmu kedokteran
dan geometri. Ia menciptakan sebuah ilmu biologis dan sebuah taksonomi yang
mirip dengan ilmu yang sekarang ini. Ia memulai karirnya sebagai murid Plato
tetapi pada akahirnya tidak setuju dengan gurunya mengenai soal-soal mendasar.
Khususnya ia menganggap matematika sebagai suatu yang abstraksi dari kenyataan
alamiah. Baginya realitas alamiah adalah suatu system hidup yang kompleks dan
swakelola. Aristoteles berabad-abad melampaui zamannya dan ia masih merupakan
sumber wawasan dan pendidikan hingga masa kini.
Dalam kekaisaran Alexander Agung,
kebudayaan Yunani tumbuh dengan subur. Kota-kota besar menjadi tempat
persaingan para sarjana dan teks-teks klasik dan beberapa di antara mereka
mendirikan pusat-pusat belajar seperti museum.
B. ILMU DALAM PERADABAN ROMAWI
Menjelang berakhirnya periode
pra-Kristen, kekaisaran Romawi mencapai dominasi atas seluruh dunia
Mediterania. Romawi memunculkan paradox bagi para sejarawan ilmu. Peradaban ini
begitu canggih dan nyata-nyata modern dalam politik dan personalitasnya, begitu
gemar mempelajari disiplin hokum, sangat progresif dalam teknologi-teknologi
perang Negara dan kesehatan public , dengan akses langsung kepada
kumpulan-kumpulan karya ilmu Yunani, namun gagal menghasilkan ilmuwan seorang
pun. Orang Romawi menganggap ilmu sebagai hal yang cocok hanya untuk spekulasi
yang bersifat sementara. Ilmu dianggap cocok hanya untuk teknik-teknik praktis.
Masalah-masalah ilmiah didiskusikan dengan serius hanya dalam hubungannya
dengan filsafat-filsafat yang berbasis etis. Dua aliran yang terkemuka adalah
stoitisme dan epikureanisme yang mengamanatkan agar menjadi manusia bijaksana,
yaitu mengagungkan pengunduran diri dan mengajarkan kebahagiaan.
C. ILMU DI ABAD PERTENGAHAN
Peradaban Yunani-Romawi mencapai
penggenapan siklusnya pada sekitar tahun 1000. Setengah abad berikutnya di
Eropa sering disebut Abad Gelap.usaha menghidupkan kembali keilmuan hanya
sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne.
Sebaliknya, dalam Kerajaan Timur yang diperintah oleh Constantinopel
berlangsung suatu masyarakat yang beradab walaupun dalam segenap sejarahnya
Byantium hanya sedikit menghasilkan ilmuwan yang patut dicatat.
Di abad ke-11 sebagian besar orang
terpelajar mengenal dan memahami ilmu kuno dalam cuplikan-cuplikan yang
segelintir tercabik-cabik, namun setelah itu terjadi kemajuan pesat. Pada abad
ke-12 terjadi renaissance yang disebabkan oleh pergaulan dengan peradaban Islam
dan disebabkan oleh perkembangan berbagai kota dengan kelas atasnya yang melek
huruf. Dan muncullah karangan-karangan spekulatif perdana tentang filsafat
alamiah. Abad ke-13 berdiri universitas-universitas dan zaman kebesaran
pengetahuan skolastik.
BAB II
ILMU DALAM PERADABAN-PERADABAN LAIN
A. ILMU DALAM PERADABAN ISLAM
Kebudayaan Islam paling relevan bagi
ilmu Eropa. Bukan sekedar karena dekatnya hubungan antara Islam dengan Judaisme
dan Kekristenan, namun juga karena adanya kontak cultural yang aktif antara
negeri-negeri berbahasa Arab dengan Eropa Latin pada masa-masa yang menentukan.
Para penguasa Arab memerintahlkan penerjamahan besar-besaran terhadap sumber-sumber
ilmu Yunani dan Arab pun bergerak maju dalam bidang matematika, astronomi,
optic, kimia, dan kedokteran. Juga ada penerjemahan besar-besaran karya-karya
berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Meskipun sebagai pemimpin, sepanjang masa
penerjemahan, peradaban Islam berada di bawah tekanan bangsa barbar dan tidak
lama berselang peradaban Islam segera mengalami keruntuhan. Selain
berkontribuasi memelihara dan menularkan warisan Yunani, bahasa Arab juga
member kontribusi pada makanan ilmu modern, terutama berkenaan dengan tumbuhan
dan katakata seperti alcohol dan aljabar.
B. ILMU DALAM PERADABAN INDIA
Peradaban India yang tertua yang
sampai sekarang masih hidup. Peradaban itu telah mencapai tingkat teknologi
yang tinggi sejak tahap awal. Kontak Eropa dengan peradaban India sebagian
besar berlangsung melalui sumber-sumber berbahasa Arab dan penelitian historis
belum cukup maju untuk dapat membedakan prioritas-prioritas dan jalur-jalur
penyebarannya. Matematika India dengan system bilangan dan perhitungannya telah
berkembang cukup tinggi, mempengaruhi aljabar Arab juga melengkapi angka-angka
utama Arab. Ciri khas ilmu dalam peradaban ini berkenaan dengan kesadaran yang
lebih tinggi.
C. ILMU DALAM PERADABAN CHINA DAN
JEPANG
Cina memunculkan tantangan yang
lebih besar kepada sejarawan Eropa. Terdapat kontak yang berkesinambungan
antara Cina dan Eropa sejak zaman Yunani Kuno. Penemuan besar seperti kompas
magnetis, serbuk mesiu, dan mesin cetak yang penting bagi transformasi masyarakat
Eropa semuanya berasal dari Cina. Namun Eropa tidak pernah menyadari hutang
budinya kepada Cina. Hal ini dikarenakan ketika peralatan teknis diimpor /
dituru, mereka tidak begitu berminta untuk mempelajari, sehingga asal-usul
benda itu tidak pernah ditanyakan. Dan akhirnya ada kasus Jepang yang
mempesona. Selama beberapa abad Jepang merupakan jajahan cultural Cina. Di
penghujung abad ke-19 bangsa Jepang memutuskan berasimilasi dengan dunia luar
dan kemudian melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Agama asli Jepang cukup
samar-samar, sehingga biasa megakomodasi setiap pernyataan ilmu Barat. Para
ilmuwan Jepang, para teknisi Jepang dan orang-orang awam masa kini memutuskan
untuk menjalani hidup dalam 2 sisi sebagian dalam dunia yang hiper-modern dan sebagian
masih hidup dalam salah satu tradisi sosial kuno yang ketat.
BAB III
PENCIPTAAN ILMU EROPA
Penciptaan ilmu Eropa mempunyai 2
fase, yaitu perkembangan teknis di abad ke-16 dan revolusi filosofis di abad
ke-17. Sejak saat itu muncul gagasan ilmu yang berlaku hingga saat ini.
A. KELAHIRAN KEMBALI ILMU DI ZAMAN
RENESANS
Asal-usul kelahiran kembali ilmu
dapat dilokasikan pada 3 pusat. Asausul pertama dan yang terkenal ialah
penemuan manusia dan alam. Para sarjana humanis mengedit dan menerbitkan
teksteks berbahasa Latin dan Yunani dan menerjemahkan semua bidang, termasuk
ilmu. Matematika praktis, teori serta praktek pengolahan besi juga berkembang.
Pada masa ini diadakan penelitian dan pengembangan yang bertujuan menemukan
sifat-sifat campuran logam yang dapat dipakai berulang-ulang. Dan penghujung
abad ke-15 setiap kota besar mempunyai penerbitan sendiri dan tesedianya
buku-buku dengan harga murah menyebabkan transformasi di bidang pembelajaran
dan kebudayaan seperti munculnya karya-karya ilmu yang memuat penemuan-penemuan
tertentu yang masih diterima kebenarannya hingga masa kini. Johannes Kepler
menemukan orbit-orbit planet dan William Harvey merumuskan sirkulasi peredaran
darah.
B. REVOLUSI DALAM FILSAFAT ALAM
Pada abad ke-17 terjadi perumusan
kembali yang radikal terhadap obyek-obyek, metode-metode, dan fungsi-fungsi
pengetahuan alamiah. Kemajuan berlanjut dan membuat perubahan, yaitu dari
gagasan suatu kosmos yang hidup yang berasal dari masa-masa yang terdahulu menjadi
suatu alam semesta yang mati. Target utama serangan revolusioner ialah
pendidikan tradisional yang lebih tinggi yang disebut skolastik. Skolastisisme
mengasumsikan bahwa sebuah dunia yang hidup, yang diciptakan dan dijaga Tuhan
benar-benar hanya demi kebaikan manusia, dan studi mengenai dunia sebagian
besar diselesaikan dengan mengutip otoritas-otoritas, baik yang bersifat
filosofis maupun sumber-sumber kitab suci. Fungsinya yaitu merasionalisasi
pengalaman-pengalaman dalam harmoninya dengan agama wahyu.
Tujuan penelitian yang masih
mempertahankan pengaruh magis dalam idealisasi filsuf tradisional tentang
kebijaksanaan kontemplatif telah digantikan dengan dominasi alam demi
keuntungan manusia. Kemapanan masyarakat ilmiah merupakan hasil langsung
konsepsi baru pengetahuan alamiah dan metode pencapaiannya. Berkenaan dengan
susunan dan cara kerja dunia alamiah, para filsuf baru mengasumsikan bahwa
semua fenomena inderawi merupakan hasil interaksi partikelpartiket materi yang
kecil. Citra Newton mendominasi ilmu dan John Locke mendominasi filsafat.
Sejarah alamiah berkembang secara mantap, memperoleh pengaturan sosial dan
sintesis intelektual dari seorang ahli botani Swedia, Carlous Linnaeus.
Filsafat eksperimental telah diolah oleh seorang yang terhormat dan sebuah
teori mengenai elektrisitas statis telah dirumuskan oleh Benjamin Franklin.
C. HAKIKAT ILMU EROPA
Karakter khusus ilmu Eropa dapat
dijelaskan melalui keadaan-keadaan ketika para ilmuwan menggarap bahan-bahan
yang diwarisi selama dua fase berturut-turut. Ada kebebasan membuat penemuan
dan mengekploitasi penemuan seseorang demi tujuan pribadi tanpa dihalangi oleh
penindasan Negara. Penemuan-penemuan dapat terjadi di bidang peralatan /
pengetahuan. Orang dapat bergerak dengan bebas dari obyek 1 ke obyek yang lain
dan kembali lagi. Pada masa kini, filsafat disuntikkan ke dalam perkembangan
ilmu yang sedang tumbuh subur. Awalnya perlahan, namun dengan sedikit
mempercepat langkah, sintesis telah mampu menciptakan ilmu baru. Penemuan
penting ialah gaya baru aktivitas sosial penelitian, di mana kerahasiaan dan
kekejaman persaingan yang menjadi cirri para penemu pribadi dikendalikan dan
diterbitkan oleh tekad untuk bekerja secara bersama-sama demi kebaikan umum.
Ilmu Eropa berhutang budi pada keberhasilan-keberhasilan masa lampau dan
karakter khususnya yang mempunyai andil pada metafisika dan metode-metodenya, ciri-ciri
dasar masyarakat Eropa, individualism agresif yang ditempa oleh suatu prinsip
bekerja sama untuk kemaslahatan umum.
BAB IV
ILMU DI ZAMAN REVOLUSI MODERN
Menjelang abad ke-18 mulailah
revolusi industri yang mentransformasikan Eropa dari masyarakat agraris menjadi
masyarakat perkotaan. Aktivitas ilmu mengalami perubahan. Fondasi-fondasi
sosial dan kelembagaan menantikan matangnya ilmu di abad ke-19. Dan muncullah
reaksi romantic dalam kesusasteraan dan seni yang mempunyai peran penting dalam
ilmu itu sendiri.
A. ILMU SELAMA REVOLUSI INDUSTRI
Dalam transformasi industri Eropa
yang bertahap namun medalam, sumbangan langsung ilmu pada mulanya kecil.
Kebanyakan kemajuan awal berasal dari rasionalisasi teknik-teknik kerajinan dan
penemuan-penemuan mesin sederhana untuk menggantikan penggarapan manual.
Teknologi daya inilah yang pertama kali dipengaruhi oleh penerapan ilmu,
seperti ditemukannya mesin uapvakum di Inggris. Meskipun sebagian besar masalah
yang muncul dalam praktek industri dan kedokteran di luar jangkauan teori-teori
ilmiah pada masa itu, namun tidak diragukan bahwa harapan akan pemecahannya
memunculkan suatu rangsangan dan audiens untuk meneliti, sehingga akhirnya
membawa pada kemajuan ilmiah secara tidak langsung.
B. ASAL-USUL INTELEKTUAL REVOLUSI
Permulaan yang agak lebih awal dari
Revolusi Industri adalah sebuah gerakan yang berpusat di Perancis, yang pertama
kali membawa ilmu memasuki bidang politik. Gerakan ini dinamai pencerahan.
Berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya yaitu
fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional. Adanya kebencian atas kebodohan,
filsafat-filsafat segera merekrut pikiran-pikiran terbaik Perancis. Mereka
menyadari bahwa mereka harus meneruskan karya Bacon dalam memajukan pengetahuan
praktis, namun mereka juga melakukannya dengan gaya Descartes, menundukkan
semua hal, baik yang berupa sosial maupun filosofis kepada kritik
penalaran.gerakan terpecah menjadi kubu para matematikus rasionalis dan
materialis atheis. Bagi mereka ilmu alam telah diikrarkan secara filosofis,
yang merupakan kebalikan dari keadaan netral dan positif. Dari ide-ide ini
lahir slogan Revolusi Perancis, dan konflik yang terjadi diberantas dengan
bidang kekuasaan politik.
C. PENGATURAN ILMU DALAM REVOLUSI
PERANCIS
Ilmu alam mempunyai peran yang
signifikan pada saat Revolusi Perancis. Gaya dominan ilmu di zaman Revolusi
ialah matematis. Dalam penerapanny, metode yang digunakan berupa rasionalisasi.
Pada puncak Revolusi muncul gerakan balik dalam ilmu yang menyalahkan
pendekatan matematis karena bersifat steril dan elitis. Walaupun Paris sebagai
pusat dunia ilmiah pada tahun 1820-an, namun kemandekan ilmu juga terjadi di
sana. Sesudah tahun 1830, iklim ilmiah di Paris didominasi oleh karierisme dan
pada abad ke-19 penemuan-penemuan besar dalam ilmu terjadi di berbagai tempat.
D. REAKSI ROMANTIK DAN ILMU
Sebagimana dalam Revolusi Perancis
pada waktu yang sama filsafat alam (nurturphilosophie)tumbuh subur di Jerman.
Sedangkan di Inggris, pengaruh nurturphilosophie sebagian besar terlihat dengan
jelas pada penyair-penyair romantik. Prestasi-prestasi ilmiah para menyokong
nurturphilosophieyang masih ada sampai sekarang hanya sedikit, walaupun
barangkali banyak lagi yang dapat dikenali bila dilakukan penelitian historis yang
lebih simpatik. Pola umum orang muda pada zaman itu lazimnya terpikat pada visi
kebijaksanaan yang terpadu tersebut selama berada di universitas dan kemudian
untuk mengisi hidupnya mereka mereka mencoba sedapat mungkin membebaskan diri
darinya melalui penelitian yang tekun. Akhirnya nurturphilosophie menjadi suatu
pemikiran ortodoksi melalui para professor universitas.
BAB V
ZAMAN MATANGNYA ILMU – ILMU
Abad ke 19, bangsa-bangsa industri
maju eropa membaur akibat revolusi industri dan revolusi perancis, akibatnya
masyarakat berpencar dan mengembangkan birokrasi-birokrasi negara untuk
mengatur perdagangan dan kesejahteran ke kota- kota yang lainnya. Satu persatu
disiplin ilmu mengalami kemajuan serupa dalam pencapaian sisitem-sistem yang
runtut dan dalam penciptaan lembaga-lembaga pengembangan aktivitas ilmiah.
A. ILMU DALAM ABAD KE - 19
Pada abad 19, ilmu meluas menjadi
bidang-bidang penelitin baru dengan sangat berhasil, yang meliputi penggabungan
matematika dengan eksperimen dalam fisika, penerapan teori kepada eksperimen dalam
kimia, dan eksperimen yang terkendali dalam biologi. Hal ini didukung pula
dengan berdirinya universitas-universitas baru dan telah diperbaharui yang
menyokong dilakukannya penelitian, pengajaran dan komunikasi melalui jurnal-jurnal
dan komunitas komunitas spesialis. Disemua bidang pembeljaran, metode-metode
yang serba ketat dan pengetahun yang luas serta dalam, semakin meningkat.
Monumennya adalah dengan terbitnya Ensiklopedia Britannica di penghujung abad tersebut.
1. Perbedaan – perbedaan dalam Gaya Penelitian
Masih terlihat perbedaan-perbedaan
mencolok di antara bangsa-bangsa terkemuka berkenaan dengan kenyataan-kenyataan
gaya penelitian. Di Inggris, tidak ada lembaga-lembaga yang memberikan
pekerjaan kepada peneliti, hal ini menyebabkan ilmu di Inggris lebih kurus
dibanding Jerman, khususnya dalam bidang terapann seperti kimia. Namun itu
semua tertutupi dengan gaya individual dan eksentriknya. Di Jerman, ilmu-ilmu
alam memunculkan andil dalam memunculkan sistem universitas yang standart dan
bergengsi. Dengan basis kelembagaan dan perlengkapan ilmiah yang sangat maju ,
ilmu Jerman yang bangkit pada tahun 1830, menempati posisi sebagai pemimpin
dalam periode Revolusioner dan periode Napoleon.
Hubungan ilmu dengan penerapan-penerapannya
mempunyai perubahan bertahap yang sama meskipun terdapt klaim-klaim yang
bertentangan, transmisi langsung dari proses-proses laboratorium menuju pabrik
menjadi efektif hanya menjelang akhir abad ke 19.
2. Kemajuan dalam Fisika
Selama abad ke 19, tiap cabang induk
ilmu eksperimental menghasilkan kemajuan besar, yang bila ditinjau ke belakang
pada keadaan awalnya, tampak merupakan tingkat permulaan. Akar perkembangan ini
terletak dalam karya para fisikawan di bidang kekuatan rekayasa ( Power Enginering
) yang dipeloproi oleh Sadi Carnot dari Perancia dan Jmes Joule dri inggris,
dalam bidang- bidang eksperimental yang beraneka ragam dipelopori oleh orang
jerman Hermn Helmhortz. Dengan demikian sifat-sifat umum materi dikuasai dan
dibut runtut secara berturut turut. Pr fisikawan belakangan dengan tepat
menyebut abad ke- 19 dengan abad klasik.
3. Kemajuan dalam Kimia
Kimia dibangun diatas fondasi-
fondasi teoritis peristilahan Lavoisier dan teori atom Dalton. Dekade sejak
tahun 1858 memperlihatkn tiga kemenangan besar. Di Italia, Stanislao Cannizarro
memechkan teka-teki kembar mengenai berat atomik dan komposisi kimiawi dengan
mensintesakan ide-ide yang semula ditinggalkan ( khususnya hipothesis avogadro
) dengan hasil-hasil eksperimental baru beserta prinsip- prinsip heuristik yang
berkembangan dalam pengajaran. Setelah itu kimia dapat bergerak ke arah
penyatuan yang lebih ketat dengan fisika dan peningkatan kekuatannya dalam
penerapan industri.
4. Kemajuan dalam Biologi
Dalam biologi, pendektan
eksperimental pertama kali berhasil dikembangkan dalam fisiologi, terutama oleh
sekolah Johannes Muller di Jerman dalam suasana reaksi yang kompleks dan Natur
Phiosophie. Melalui lapngan-lapangan ilmu muncullah prestasi konseptual yang
barangkali paling penting dalam abad ini
yaitu dimensi waktu di dalam alam, baik sebagai suatu hal yang dursinya
sangat panjang maupun sebagai kerangka kerja perubahan kualitatif. Dengan skala
waktu yang panjang yang diterim secara universal, pemunculn artefak- artefak
dan rongsokan manusia yang tertanam dalam lapisan-lapisan tanah yang tua,
bahkan memunculkan masalah- masalah yang lebih sulit, bukti tersebut agaknya
ditinggalkan lebih dari seperempat abad.
Tema zaman ini ialah kemajuan, dan
ilmu menerim kapercayaan karena banyaknya kemajuan nyata yang terjadi dan juga
karena menganut optimisme umum zaman itu. Pendiskreditan mereka terhadap fungsi
– fungsi agama pada periode masa kini menghadirkan persoalan- persoalan serius
bagi masa depan ilmu.
B. AWAL ABAD KE- 20
Tendensi- tendensi tertentu yang
terjadi selama abad ke -19 ilmu menjadikan posisi menguat selama periode
pergantian. Pada msa ini, ilmu bersifat profesional dalam organisasi sosialnya,
reduksionis dalm gayanya dan posisi dalam jiwanya.
Kemudian ilmu dipandang, pada
dasarnya, sebagai hasil penelitian murni. Gaya pekerjaan yang dominan dalam
periode ini bersifat reduksionis. Penyelidikan-penyelidikan dipusatkan pada
proses-proses murni, stabil dan dapat dikontrol secara buatan yang dapat
terlaksana di laboratorium.
Jiwa positif ilmu initrlihat dengan
meningktnya pemisahan fisiolofis. Teori-teori relativitas Einstein dan prinsip
ketidak pastin fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, dalam teori kuantum
memunculkan diskusi- diskusi filosofis yang bersemangat antara para ilmuan
dengan orang awam.
Prestasi-prestasi ilmiah di awal
abad 20 terlalu besar bahkan dikatalogkan. Tetapi ada suatu pola umum kemajuan.
Di tiap bidang utama, kemjuan didasarkan pada karya deskriptif yang sangat
berhasil dari abad ke 19. Agak mengherankan bahwa kemenangan-kemengangan ilmu
tampak menjanjikan pengetahuan dan kekuasaan yang berlimpah ruah. Segelintir orang
dapat meramalkan masalah-masalah bahwa sukses-sukses yang sama kan dapat dibawa
ke dalam lingkungan sosial dan alamiah berdasarkan penerapan ilmu dalam jiwa
agresif yang tak berubah selama lima abad ekspansi Eropa.
C. MASALAH - MASALAH DAN PROSPEK -PROSPEK
Dalam prepsektif sejarah yang
panjang ini, dapat dilihat bahwa kesulitan-kesulitan moral, politik dan
lingkungn yang dihadapi ilmu dan teknologi masa kini tidak seluruhnya baru.
Namun, walaupun para sejarahwan tak dapat di puaskn dengan kisah sederhana
tentang keberhasilan terus menerus yang dituturkan oleh generasi- generasi yang
lebih awal, mereka melihat bahwa ilmu eropa modern adalah suatu bagian penting
peradaban. Mendefinisikan suatu masalah menajalani jalan yang panjang menuju
solusi – solusinya. Masalahnya itu hanyalah bagian yang bersifat teknis. Sama
halnya, ia merupakan salah satu sifat ilmu alamiah dalam peradaban eropan
sebagaimna ia dikembangkan selama abad-abad.
BAB VI
FILSAFAT ILMU
A. HAKIKAT, RUANG LINGKUP DAN
HUBUNGAN-HUBUNGAN TOPIKNYA
Di sepanjang perkembangan filsafat,
topik yang digeluti terbagi atas dua jenis utama, yaitu: ontologis atau ontal
dan epistemologis, atau epistemik. Keasyikan ontal para filsuf ilmu kerap
tumpang tindih dengan bidang-bidang ilmu itu sendiri. Karena mereka telah
berhubungan dengan persoalan umum.
Secara epistemologis, para filsuf
ilmu telah menganalisis dan mengevaluasi konsep-konsep serta metode-metode yang
dipakai dalam mempelajari fenomena alamiah dan perilaku manusia, apakah
bersifat individual atau kolektif.
Karena cakupan permasalahannya
sangat luas, filsafat ilmu telah menarik perhatian orang dari latar belakang
dan minat-minat profesional yang sangat berbeda-beda. Keanekaragaman minat dan
pendekatan telah mempengaruhi hubungan-hubungan antara filsafat ilmu dengan
disiplidisiplin lain yang berdekatan.
Penyelidikan masa kini pada filsafat
ilmu tidak memuat upaya prasangka terhadap persoalan utama yakni apakah
metode-metode analisis saja yang sah ataukah pada titik-titik tertentu topiknya
bertumpang tindih secara sah dengan topik-topik yang berdekatan dengannya
seperti psikologi kognitif, sejarah ilmu, dan epistemologi.
Sebagian menolak aliansi apapun
kecuali denagn logika. Sementara yang lainnya menggarap hubungan-hubungan
historis dan perilaku yang lebih luas; dan kedua sudut pandang ini harus
diperhitungkan.
B. PERKEMBANGAN HISTORIS FILSAFAT
ILMU
Periode Klasik dan abad Tengah:
Permulaan Filsafat Alam
Pada mulanya persoalan-persoalan
ilmu adalah di seputar metode dan supstansi yang tidak terpisahkan dari apa
yang telah lama disebut sebagai filsafat alam. Pada filsuf Pra-Sokratik
mendasarkan jawaban mereka sedapat mungkin pada dasar-dasar epistemik.
Menurutnya, sejauh yang diketahui manusia tidak ada kenyataan seperti yang
dijelaskan Parmenides, sebab sgala sesuatu secara empiris berubah secar terus
menerus.
Plato berargumen bahwa hanya
entitas-entitas matematis yang mempunyai jenis intelligibilitas yang bersifat
tetap, yang telah dituntut Parmenides dengan tepat pada unsur-unsur pokok
terakhir dalam ilmu alam rasional
Entitas-entitas dan relasi-relasi
matematis sangat umum dan sangat jauh dari pengalaman aktual untuk menjelaskan
rincian-rincian kualitatif entitas-entitas empiris. Para platonis dengan
Aristotelianis menampilkan dengan jelas untuk pertama kalinya, alternatif utama
cara-cara penjelasan yang berlaku pada ilmu dan menganalisis kemungkinan dan
kekurangannya dalam istilah-istilah umum.
Pada puncak abad pertengahan,
kemungkinan bagi manusia untuk membuat dirinya menjadi tuan intelektual alam,
sebagian besar sudah ditinggalkan. Pengertian manusia kini tergantung pada
penerangan Allah. Jaminan pengetahuan ilmiah tidak terletak pada mutu
metodologinya melainkan terletak pada berkat Allah. Satu-satunya jalan menuju
pengetahuan adalah melalui pikiran ilahi.
Abad ke-12 dan ke-18: Dari Manifesto
Hingga Kritik.
Ada dua faktor baru, yang
bersama-sama memberikan suatu otonomi baru bagi perdebatan di seputar
metodologi ilmiah. Yang pertama, filsafat menempatkan persoalan utama di dalam
filsafat ilmu. Yang kedua, persoalan ini memperoleh relefansi dan signifikan
baru, karena manusia kemudian menghasilkan yang baru, teori-teori alam yang
berbasis empiris dengan kesungguhan yang tak dikenal selama 1.200 tahun.
Francis Bacon dan Rene Descartes
memikirkan tujuan intelektual yang sama, yakni merumuskan secara eksplisit
suatu metode baru bagi kemajuan intelek, yakni menyusun prosedur rasional ilmu
dalam cara yang membebaskannya dari asumsi yang sewenang-wenang, tak beralasan
atau takhayul dan mendasarkannya pada cara yang tak tergoyahkan dal konsep yang
bersifat “jelas dan terpilah-pilah”, atau sahih secara nyata.
Descartes berfokus pada persoalan
penyusunan sistem-sistem deduktif yang serba koheren dan konsisten dalam teori.
Sementara Bacon bereaksi terhadap ketergantungan Skolastik pada otoritas
Aristoteles, dengan meminta agar manusia kembali kepada pengalaman-pengalaman
langsung.
Walaupun Newton sangat dipengaruhi
oleh contoh matematis Descartes, ia hanya mengikuti masim-maksim metodologisnya
pada suatu poin saja. Dalam praktiknya Newton merancang metode
hipotesis-deduktif, yaitu dengan menghubungkan kembali secara deduktif kepada
sejumlah kecil prinsip-prinsip dan definisi umum.
Tujuan utama filsafat Kant yang
disebut sebagai filsafat Kritis, dengan sebutan metode transendental, ialah
memberikan sebuah alternatif pembenaran filosofis terhadap hasil-hasil Newton.
Kant berargumen, tak ada sesuatu yang nyata yang dapat mencerminkan kepada si
penyelidik tentang apapun mengenai dunia luar. Kant mengklaim, aksioma-aksioma
Euklidean dibutuhkan bukan hanya bagi limu saja.
Sampai Perang Dunia I : Filsafat
Klasik Kant yang ambisius, bertekat untuk memperlihatkan sacara a priori
bahwa struktur aktual manusia adalah struktur satu-satunya yang dapat diterima
dan yang paling efektif. Kubu idealis mengambil inti tesis Kant bahwa struktur
kognitif pengalaman dipaksakan ke alam ketimbang ditemukan di dalamnya dan
mereka mencoba menyelidiki konsekwensinya yang lebih luas.
Sementara itu, para Materialis
mekanistik mengabaikan wawasan-wawasan sentral Kant dan sebagai gantinya
berkonsentrasi pada implikasi sistem Newtonian yang tampak kepada cabang-cabang
ilmu lain.
Filsafat Whewell, variasi Kantian
pada metode hipotetiko-deduktif, dihistorisasi: hanya dengan suatu pendekatan
progresif maka para fisikawan tiba pada sistem yang paling koheren dan
komperhensif dari apa yang disebut Whewell hipotesis “consilien” yang
cocok dengan pengetahuan empiris juga penyelesaiannya.
Dalam pandangan Austria, Ernst Mach,
dan Richard Avenarius, konsep-konsep teoretis merupakan fiksi intelektual,
diperkenalkan untuk mencapai pengaturan dalam organisasi intelektual
kesan-kesan panca indra, atau pengamatan, yang hanya untuknya keunggulan ontal
dapat diklaim.
Henri Poincare dan Pierre Duhem
berusaha mengatakan yang sebenarnya mengenai unsurunsur yang sewenang-wenang di
dalam konstruksi teori sambil menghindari jenis keraguan radikal tentang status
ontal entitas-entitas teoretis yang membawa Mach ke dalam Skeptisisme seumur
hidup tentang realitas atom-atom.
Perdebatan Abad ke-20: Para
Positivistis versus Sejarawan
Di pertengahan abad ke-20,
perdebatan dalam filsafat ilmu semakin mendalam, rumit, dan kritis. Penyebabnya
adalah perubahan mendalam yang telah terjadi sejak tahun 1900 di dalam fisika
teoretis dan cabang-cabang fundamental ilmu alam.
Perdebatan sekitar tahun 1900
diperkenalkan oleh Mach. Mach mencoba mereduksi semua pengetahuan menjadi
pernyataan tentang sensasi, sebagai sumber utama, baik Positivisme dan
empirisme logis lingkaran Wina dan juga teori epistemologis tentang data-indra
dan konstruksi logis yang dikembangkan di Inggris.
Terdapat dua untaian utama yang
dipilih untuk diuraikan. Yang pertama adalah untaian Positivisme neo-Humean
yang menggeluti secara mendasar isu-isu epistemologis. Metode
hipotetiko-deduktif menjadi sebuah resep untuk membagi suatu rangkaian sistem
yang semakin menyeluruh secara progresif. Perdebatan berikutnya di dalam aliran
Wina berkenaan dengan sebagian besar, ciri eksak dan dana pembuktian atau
falsifikasi.
Selama periode yang sama,
perubahan-perubahan luar biasa terjadi di ilmu seperti fisika teoretis, biokima
dan psikologi telah merangsang diskusi filosofis di kalangan para ilmuwan.
Sejak tahun 1940 satu pusat baru
telah berkembang, kini dalam ilmu behavioral. Beberapa psikolog bersikeras
bahwa tindakan manusia tunduk kepada hukum dan mekanisme yang sejenis dengan
proses fisik. Para behavioris menolak kelas tersendiri untuk hukum dan proses
mental.
Sementara para psikolog kognitif
berargumen bahwa aktivitas linguistik bersifat kreatif dan diatur sesuai dengan
hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh para behavioris.
Konflik yang tidak terpecahkan
berkenaan dengan signifikansi sejarah dalam menjelaskan perilaku kolektif
manusia. Sekali lagi, disini perdebatan metodologis masih berlanjut dan hasil
akhirnya belum dapat diramalkan dengan jelas.
BAB VII
KONSEPTUALISASI DAN METODOLOGI ILMU
Sejak permulaan, para ilmuwan
tertarik untuk mengkatalaogkan dan mendeskripsikan dunia alam seperti yang
mereka temukan, serta membuat cara-cara kerja alam dapat dipahami dengan
bantuan teori-teori yang padat dan terorganisir. Seiring hal tersebut, para
filsuf diharuskan untuk mempertimbangkan alam semesta yang terisolasi dan juga
cara manusia meyerap dan menafsirkan sendiri fakta-fakta itu ketika
memasukkannya ke dalam genggaman suatu teori yang dapat dipahami dan
pertimbangan-pertimbangan yang di dalamnya kesahihan ide-ide teoritis yang
dihasilkan dipengaruhi oleh data empiris. Klarifikasi metodologis dalam
filsafat ilmu telah membawa kemajuan pada ilmu itu sendiri sehingga memunculkan
pengalaman baru yang dapat dimanfaatkan para filsuf untuk memajukan analisis
metodologisnya.
A.UNSUR-UNSUR
USAHA ILMIAH
1. Data Empiris dan Penafsiran Teoritis
Unsur Empiris yaitu ilmu yang
menjelaskan peristiwa-peristiwa, proses-proses, atau fenomena aktual di alam;
dan tidak ada sistem ide-ide teoritis, istilah-istilah teknis, dan
prosedur-prosedur matematis yang patut disebut ilmiah jika ia bertarung dengan
fakta-fakta empiris itu pada titik tertentu dan dengan cara cara tertentu
membuatnya jadi lebih mudah dipahami.
Unsur Konseptual yaitu ilmu yang menggunakan
abstraksi-abstraksi, terminologi dan teknik-teknik penafsiran dan penjelasan
ciri khasnya sendiri, yang jenis-jenisnya bisa sangat berbeda. Unsur-unsur
konseptual tersebut adalah kunci-kunci intelektual yang dengannya fenomena
dibuat bisa dipahami, dan sebuah perdebatan filosofis yang paling aktif telah
mengubah sama sekali bagian yang mereka mainkan dalam penafsiran fenomena.
Unsur Formal dan Matematis bisa saja
berupa algoritma sistematis, atau prosedur penghitungan, program komputer,
konstruksi geometris, metode analisis grafis, sistemaksiomatik. Geometri dan
fisika diorganisir menjadi skemata formal proposisi-proposisi yang diikat
bersama oleh hubungan-hubungan logis. Para filsuf abad 20 telah mencurahkan
banyak waktu dan usaha kepada persoalan seberapa jauh dan pada kondisi apa
cabang ilmu alam lainnya dapat dimasukkan di dalam bentuk aksiomatik yang sama
sebagaimana mekanika klasik dan teori listrik ?
Atau apakah konstruksi formal itu
sendiri hanyalah peralatan manusia yang diadopsi untuk menyederhanakan
penanganan data empiris, yang tidak menyatakan apa-apa lagi tentang struktur
yang mendasari alam itu sendiri ? Tiga kelompok unsur ini mengajukan
masalah-masalah yang masih menimbulkan ketidaksepakatan yang mendalam bagi para
filsuf ilmiah. Dan menimbulkan tiga kerangka berpikir bagi para filsuf, yaitu :
a.
Empiris radikal : menekankan fondasi-fondasi empiris
pengetahuan ilmiah; bagi mereka, fakta fakta mentah pengalaman bersifat primer
dan berhak mendapatkan penghargaan absolut. Dalam pandangan ini, prinsip
teoritis umum mempunyai muatan ilmiah yang autentik hanya bisa ditafsirkan
sebagai generalisasigeneralisasi empiris tentang data empiris yang dipahami
secara langsung.
b.
Empiris dan rasionalis : menekankan poin-poin yang shahih
dan penting, namun di dalam bentuk-bentuknya yang ekstrem, mereka menimbulkan
kesulitan-kesulitan yang mungkin tak dapat diatasi.
2. Prosedur-prosedur Empiris Ilmu
a.
Prosedur Pengukuran : membawa para ilmuwan kepada
perkiraan-perkiraan kuantitatif terhadap variabel-variabel dan besaran-besaran
yang dipertimbangkan di dalam teori-teori mereka.
b.
Prosedur Analitis : teknis-teknis yang digunakan untuk
tujuan ini, dalam kenyataannya, ialah yang berhubungan erat dengan
teknik-teknik yang terlibat di dalam teori-teori pengukuran, kesalahan yang
mungkin, signifikansi statistik, dan yang lainnya. Di bidang ini, hubungan
antara diskusi-diskusi filosofis mengenai logika induktif dan prosedur-prosedur
praktis pekerjaan para ilmuwan berada pada tingkat yang terdekat.
c.
Prosedur klasifikasi Sistematik : sifat kesulitan-kesulitan
yang terus berlanjut menekankan satu poin signifikansi yang umum tentang
hubungan bukti empiris dengan teori-teori ilmiah.
3. Struktur-struktur
Formal Ilmu
Muatan intelektual ilmu alamiah
apapun dapat diungkapkan dalam suatu sistem proposional yang formal, yang
mempunyai struktur logis esensial yang bersifat terbatas. Menurut program yang
dihasilkan, tugas pertama bagi filsafatb ilmu ialah mengulangi di dalam
istilah-istilah yang sangat umum jenis analisis yang dipakai Heinrich Hertz
untuk memilih aspek-aspek formal ilmu dari aspek-aspek empirisnya. Program itu
dilaksanakan dengan harapan agar ia akan mungkin, memperlihatkan eksistensi
struktur-struktur formal yang esensial bagi ilmu apapun dan untuk
mengidentifikasi hakikat hukum-hukum, prinsip-prinsip, hipotesis-hipotesis, dan
pengamatan-pengamatan melalui fungsi-fungsi khasnya. R.G. Collingwood,seorang
filsuf dan sejarawan Inggris membuat suatu usaha yang mencolok dimana struktur
formal sistem-sistem intelektual dijelaskan dalam istilah-istilah, bukan dalam
rangka pewarisan-pewarisan secara langsung di antara proposisi-proposisi yang
kurang lebih universal namun lebih tepatnya di antara perandaian-perandaian
mutual konsep-konsep yang kurang lebih umum.
4.Perubahan
Konseptual dan Perkembangan Ilmu
Konsep ilmu diterjemahkan sebagai
pertanyaan-pertanyaan logis atau linguistik tentang peran-peran formal dan
rujukan-rujukan empiris istilah-istilah teknis dan variabel-variabel
sistematis.
Pada tingkat yang ekstrem, terdapat
orang yang masih memandang konsep-konsep teoritis dan prinsip-prinsip sebagai
sistem-sistem yang diorganisir menjadi sistem logis yang rapi. Dan terdapat
orang yang mencoba mendefinisikan pendirian-pendirian alternatif terhadap
ilmu-ilmu yang berbeda sebagai konsekuensi-konsekuensi premispremis dasar atau
perandaian-perandaian yang berbeda.
B. GERAKAN-GERAKAN
PEMIKIRAN ILMIAH
1. Penemuan
dan Rasionalitas
Istilah penemuan mengacu pada semua
tahap dalam penelitian ilmiah yang mendahului perumusan argumen-argumen
penjelas baru yang merupakan hasil terakhirnya. Dalam pandangan ini minat-minat
rasional sang filsuf terhadap ilmu dibatasi. Semua pertanyaan tentang
tahap-tahap yang lebih awal (tentang penemuan) adalah masalah psikologi biasa,
bukan filsafat yang serius.
Persamaan awal rasionalitas dengan
tuntutan-tuntutan logikalitas menuntut pengkajian yang lebih serius. Aktivitas
penyelidikan dan penemuan dapat dikaji dengan memanfaatkan sudut pandang
psikologis seperti yang telah dilakukan.
2. Pengesahan
dan Pembenaran
Proses pengesahan melibatkan dua
langkah yang esensial (1) langkah formal yang menyimpulkan prediksi-prediksi
baru dari teori tersebut dan (2) langkah empiris yang membandingkan
prediksi-prediksi tersebut dengan fakta-fakta sehingga memperlihatkan kebenaran
teori tersebut atau membuktikan kekeliruannya.
3.Penyatuan,
Pluralisme, dan Reduksionisme
Dalam dorongan metodologis ke arah
penyatuan ilmu-ilmu, seperti terjadi dalam fasefase penemuan dan pengesahan
yang lebih awal, godaan intelektual untuk menggenaralisasi secara prematur
melempangkan jalan para filsuf menuju bahayabahaya nyata tertentu. Orang harus
menganalisis tuntutan-tuntutan praktis masalahmasalah mutakhir di dalam
bidang-bidang yang berbeda dan melihat seberapa jauh persyaratan-persyaratan
itu dapat dipertemukan lewat pengembangan suatu perlakuan penjelasan terpadu
bagi semua ilmu-ilmu khusus yang sedang digarap.
BAB VIII
ISU-ISU YANG LEBIH DALAM DAN LEBIH LUAS YANG MELIBATKAN ILMU
A. STATUS
FILOSOFIS TEORI ILMIAH
1.Status Proposisi dan Konsep – konsep atau Etintas – etintaas Ilmiah
Bertitik tolak dari kasus epistemik
proposisi – proposisi teoritis dalam ilmu, baik jugalah mempertimbngkan klaim –
klaim yang berbeda yang telah diajukan tentang objektivitas penerapan
– penerapannya atu kebenarannya atau
keduannya.
Bertitik tolak dari status epistemik
teori – teori imliah, tiga pandangan utama dapat dibedakan : pada kutub yang
ekstrem ialah posisi realis yang ketat, yang menekankan basis factual bagi
semua pengetahuan ilmiah dan menekankan kontingensi logis yang disiratkan basis
ini bagi semua proposisi – proposisi substantif di dalam ilmu.
Pada kutub ekstrem lawanya, terdapat
posisi konvensionalis yng ketat, yang menekankan peran konstruktif artikulasi
teori sang ilmuan itu sendiru dan menekankan keharusan logis untuk
mengembangkan struktur konseptual yang dihasilkan. Akhirnya, sederetan luas
pandangan pandangan perantara mencoba menghindari pertentangan utama antara
para realis dengan konvensionalis.
Diskusi – diskudi primer mengenai
implikasi – implikasi ontologis teori ilmiah terdapat dalam artikel metafisika
dan filsafat alam . sebgai gantinya, istilah – istilah dan konsep –
konsep ilmu tersebut semuanya dimengerti sebagai produk dari begitu banyaknya
operasi logis, atau semantik atau konstruksi, dan pertanyaan – pertnyaan
tentang eksistensinya yang nyata disishkan sebagai tahayul – tahayul metafisik
yang membahayakan.
2.Analisis Filosofis dan Praktek Ilmiah
Argumen – argumen tentang pandangan
– pandangn ontologis dan epistemologis yang bersaing ini tak dapat ditinggalkan
atau dipertimbangan dengan aman tanpa pertama – tama melihat pada hubungan yang
semakin dekat dan kompleks antara minat – minat analitis yang umum dari para
filsuf dan minat – minat intelektual yang lebih spesifik dari pekerjaan para
ilmuan itu sendiri.
Sejak tahun 1920, misalnya, telah
ada suatu tanda – tanda kembali hidupnya diskusi filosofis di kalangan para
ilmuan yang bekerja di beberapa bidang yang terspesialisais khususnya di
kalangan fisikawan yang menaruh perhatian pada struktur dan perkembangan
mekanika kuantum. Dimana – mana perdebatan filosofis tentang ilmu telah
dilaksanakan dalam bentuk – bentuk yang spesifik lainnya. Persis seperti dalam
filsafat alam ristoteles, kontroversi metafisik tentang ide – ide dan esensi –
esensi tercermin dalam pendekatn metodologis Aristoteles sendiri kepada biologi
dn kepada studi hubungan – hubungan alamiah dan kalsifikasi – klasifikasi
organisme – organisme
, maka ketika abad-20
mempertimbangkan kembali taksonomi tradisional, dalam kerangka teori evolusi,
genetik, dan dinamika populasi menjadi suatu kesempatan untuk memperbaharui
perdebatan fisiologis.
Sama halnya, dalam psikologi
persepsi dan bidang – bidang yang terkait, perluasan pemahaman pada tahun-
tahun yang terkait perluasan pemahaman pada tahun – thun belakangan ini
akhirnya mengijinkan penyusunan pertanyaan – pertanyaan empiris secara autentik
tentang persepsi dan kognisi yang cocok untuk penyelidikan langsung sebagai
ganti dari penelitian yang dibatasi kepada spekulasi – spekulasi a priori
yang umum.
Jauh dari semua bentuk pengetahuan
dan persepsi yang mematuhi suatu pola umum yang tunggal, indra manusia dan
hubungan – hubungn praktis dengan dunia menggerakkan kumpulan bermacam
– macam sistem perseptual yang
opersi – operasinya tidak membenarkan rumus epistemologi tentang kesamaan kesan
dan ide – ide, data – indra, dan konstruksi – konstruksi logis, atau intuisi
instuisi dan skemata.
Pada titik afiliansi di antara ilmu
dan filsafat hanya memindahkan ke dalam bidang – bidang ilmu yang merupakan
wilayah – wilyah kebingungan metodologis masa kini, interksi – interaksi yang
sama, yang subur pada abad – abad terdahulu, dimana ilmu mempunyai metode –
metode yng sekarang di mengerti dengn baik
Selama diskusi filosofis dibatasi di
dalam batas – batas suatu bahasa buatan yang ideal atau sistem yang
proporsional, barangkali, ia bisa terus mengajukkan dilema – dilema yang
abstrak tentang, misalnya, entitas – entitas teoritis dan konfirmasi teori.
Doktrin – doktrin dan pendekatan
–pendekatan filosofis yang membawa keyakinan besar ketika di terapkan kepada
teori – teori dan ide –ide dari sebuah ilmu mungkin tak menghernkn kehilangan
semua kemasuk aklannya ketika diperluas ke bidang bidang lain. Demikianlah,
suatu analisis empiris bisa diterapkan secara langsung kepada meteorologi namun
seluruhnya memberi keterangan yang keliru tentang struktur dan implikasi –
implikasi teori elektromagnetik ; sementara, sebaliknya, penjelasan Neo kantian
mengenai fisika teoritis mungkin kekurangan relevansi langsung, misalnya,
kepada ide – ide tentang perilaku binatang. Sama halnya, sekarang halnya,
sekarang ini, filsuf harus melihat pada posisi – posisi saingannya di dalam
filsafat ilmu, bukan sekedar jawaban – jawaban kontradiktoris kepada pertanyaan
– pertanyaan teknis di dalam filsafat itu sendiri, melainkan sama – sama
sebagai kontribusi – kontribusi pelengkp bgi kemajuan metodologis pemahaman
teroitis kepad seluruh wilayah yng bermacam – macam dari bidang ilmiah yang
berbeda.
B. HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN BUDAYA
Survei ini, hampir secara eksklusif,
telah membicarakan masalah – masalah filosofis dan argumen
– argumen tentang ilmu – ilmu yang
dipandang sebagai sumber – sumber pengetahuan teoritis. Bersama dengan
perubahan masa kini penekanan dari ilmu fisik menuju ilmu humaniora dan sosial,
orang menemukan bahwa pendekatan – pendekatan abstrak tersebut sekali lagi
rentan terhadap kritik terhadap kritik terlalu mengintelektualisir hakikat dan
implikasi – implikasi ilmu.
Beberapa serangan – serangan ini
berasal dari arah noe-Marxis dn mencerminkan desakan Mrxian tradisionl pada
sutau kesatuan teori dan tindakan, akan tetapi kritik – kritik yang sama jug
datang dari orang dengann kesetiaan – kesetiaan intelektual yang sangat berbeda
misalnya, dari sosiolog perkotaan Lewis Mumford dan para Eksistensialis
kontenporer.
Variasi pandangann – pandangfan ini
senantisa banyak sekali. Para pendukungny telah bergabung dari seluruh bidang
mulai dari seorang seperti wilian Ostwald yang bersemngat dan julian Huksley
evolusionis, keduannya mengakarkanetika pada alam menyajikan ide – ide dan
prosedure prosedure ilmiah sebagai obat – obat yang mujarab dn rasional bagi
masalah – masalah yang intelektual dan praktis dari semua jenis, hingga keada
orang, seperti Piere Duheim dan crl von weizsacker, fisikawan dan filsuf alam,
keduanya mengakui adanya tuhan, dengan sengaja membatasi klaim – klaim ilmu
sedemikian rupa sehingga melindungi kebebasan dari manufer untuk etika,
misalnya teologi.
Akan tetapi , apa pun posisi
filosofis umum seseorang berkenaan dengan realitas pengetahuan dan entits
–entitas ilmiah, ada pertanyaan – pertanyan lin yang lebih praktis untuk
dihadapi, pertanyaan
– pertanyaan tentang implikasi –
implikasi spesifik ide –ide dan kepercayaan – kepercayaan ilmiah yang berbed
untuk bidang – bidang tindakan dan pengalaman manusia serupa.
Menurut pengkajian masa kini yang
lain, sudut – sudut pandangan teoritis yang diadopsi dalam ilmu alam adalah
umum dan abstrak, namun tuntutan – tuntutan praktis tindakan sosiopolitis dan, a
fortiori, tindakan individual adalah konkret dan khusus, dan dengan
sendirinya, perbedaan ini menempatkan suatu larangan yang segera padarelevansi
eksistensial ide – ide ilmiah dan teknik teknik rekayasa.
Yang lain mengambil pendekatan yang
lebih positiif ke arah kontribusi ilmu bagi suatu pemahaman nilai – nilai
manusia. Sementara ide – ide ilmiah yang spesifik dan doktrin – doktrin itu
sendiri mungkin tidak cukup untuk mengarahkan tindakan sosil dan politis, namun
demikian, sikap ilmiah, mempunyai signifikansi yang mendalam bagi kebijakan
sosial dan etika individual yang sama.
Dari pada mengejar harapan yang
sukar dicapai ini, para sarjana harus melakukan usaha yang lebih banyak pada
tugas memahami baik prasyarat – prasyarat sosial perkembangan ilmiah yang
efektif maupun prioritas – prioritas ekonomi dan politis yang terlinat di dalam
penerapan praktis penelitian ilmiah. Jika dibandingkan dengan kontroversi
–kontroversi versi pada abad – abad terdahulu, perdebtn di antara ilmu dan agma
dibungkam secara aneh sekarang ini. Akan tetapi, bagi sebagian besar orang,
pertanyaan – pertanyaan tersebut telah sedemikian jauh kehilangan gigitanya
yang terdahulu sehingga sekarang ini tampak naif.
Apakah alasan bagi perubahan ini ?
di zaman – zaman terdahulu, istilah kosmologi hanya mencangkup struktur
astronomis kosmos dan asal – usul spesies manusia namun juga signifikansi
religius tempat manusia di dalam alam. Sebaliknya, para teolog kontenporer,
melihat fisika dan biologi sedikit banyak berhubungan dengan sikap – sikap
religius dan keasyikan – keasyikan manusia dari pada yang dilihat par
pendahulunya. Akibatnya, ambisi manusia terdahulu mengkonstruksi suatu
pandangan manusia yang tunggal dan menyeluruh, yang mencangkup kebenran –
kebenaran yang esensial baik maupun agama, tidak lagi memainkan bagian yang
aktif dalam kehidupan yang intelektual seperti di zaman sebelumnya.
Perubahan fokus ini telah disertai
oleh suatu perubahan dalam ide – ide tentang batas – batas intrinsik ilmu.
Seorang sarjana boleh memilih mempelajari objek – objek, sistem – sistem, atau
proses – proses, apa pun yang senanginya, namun hanya petanyaan – pertanyaan
tertentu akan dapat dijawab di dalam istilah – istilah umum, teoritis yang khas
pada ilmu.
Perubahab oendektan ini mungkin
tidak menjadikan masalah substantif yang membatasi tapal batas ilmu secara
eksak pada semua titik jauh lebih mudah dibanding sebelumnya, namun ia
mempunyai satu keunggulan yang asli : ia menghargai fakta yang sangat penting,
yang menarik perhatian khusus dalam survei ini, bahwa ciri khas ilmu terletak
bukan pada tipe – tipe objek dan peristiwa yang dapat diakses ilmuwan melainkan
dlam penyelidikan – penyelidikannya dn juga dalam jenis
– jenis masalah yang membantunya
mencapai solusi ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar